Kamis, 15 April 2010

STRATEGY PERANG IKLAN DAN MANFAATNYA


Menurut Wikipedia, Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (Dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan menggunakan kekerasan) antara dua atau lebih kelompok manusia untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang secara purba di maknai sebagai pertikaian bersenjata, di era modern, perang lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri, hal ini tercermin dari doktrin angkatan perangnya seperti "Barang siapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia", hal ini menunjukkan bahwa penguasaan atas ketinggian harus dicapai oleh teknologi.


Namun kata Perang tidak lagi berperan sebagai kata kerja, namun sudah bergeser pada kata sifat, yang mempopulerkan hal ini adalah para jurnalis, sehingga lambat laun pergeseran ini mendapatkan posisinya, namun secara umum perang berarti "pertentangan". Ada yang namanya perang dingin, perang politik, perang ekonomi, perang saudara, perang dunia, perang iklan dan masih banyak lagi.

Penyebab terjadinya perang di antaranya adalah:

  • Perbedaan ideologi
  • Keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan
  • Perbedaan kepentingan
  • Perampasan sumber daya alam (minyak, hasil pertanian, dll)


Aneka jenis perang diatas bukan ranah kita untuk didiskusikan lebih lanjut, akan tetapi perang yang menjadi bahasan menarik di bidang marketing selain perang harga adalah perang iklan. Apa itu perang iklan? Berdasarkan definisi diatas adalah kondisi permusuhan antara dua atau lebih kelompok manusia (lembaga) untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan melalui media periklanan.


Sedangkan dari sisi strategy, maka dapat dikatakan bahwa strategy perang yang sesungguhnya seringkali di praktikan dalam perang-perang yang lain. Misalnya Strategi perang Sun Tzu dalam aplikasi bisnis. Yang menjadi medan perang adalah pangsa pasar produk/jasa anda. Yang menjadi jenderal perang adalah anda sendiri kalau anda seorang yang terlibat marketing. Dan musuh perang adalah saingan bisnis yang produknya/ jasanya sama dengan anda.

Sun Tzu mengatakan bahwa dalam hasil setiap peperangan selalu ditentukan oleh lima faktor konstan, yaitu:

  • Hukum moral (loyalitas atau komitmen) para prajurit yang siap mati.
  • Langit yang menunjukkan keadaan alam yang tidak bisa diubah, seperti siang-malam, panas-dingin.
  • Bumi yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, keadaan medan pertempuran yang dihadapi, kemungkinan hasil peperangan.
  • Pimpinan sebagai simbol karakter dan sifat dari teladan yang baik.
  • Metode dan Disiplin yang perlu dipahami dalam menyususun strategi perang dan konsekuensi dari pelaksanaan strategi tersebut.


Ajaran Sun Tzu tidak hanya dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah militer, tetapi juga dipergunakan di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, politik, corporate strategy, human resource, finance, bahkan sampai dipakai sebagai cara untuk mendidik anak juga. Menarik sekali mengupas strategy perang Sun Tzu (akan di fokuskan pada kesempatan lain)

Bagaimana dengan perang iklan?

Perang iklan disini hanya di fokuskan untuk bidang marketing. Sama dengan perang dalam arti sesungguhnya, perang iklan juga terjadi, yang mungkin saja disebabkan oleh:

  • Perbedaan ideologi bisnis
  • Keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan (target market)
  • Perbedaan kepentingan dalam menggaet konsumen
  • Perampasan persepsi (konsumen di buat percaya oleh bujuk rayu dalam iklan itu)


Sebagai pemasar, tentu Anda sudah mengerti bahwa di dalam bauran pemasaran terhadap empat hal, yaitu product, price, place, promotion (4P). Jadi, promosi menjadi hal penting agar produk yang dipasarkan dengan banderol harga tertentu dan dipajang di tempat tertentu diketahui target pasar dan laku. Akibat persaingan pasar yang sengit, sudah jelas pengemasan iklan yang efektif akan semakin rumit. Maka tak dimungkiri terjadilah perang harga, yang kemudian diikuti pula dengan perang iklan. (Darmadi Durianto dalam majalah Marketing)



Teori mengenai iklan terhadap penjualan dan pangsa pasar tidak perlu di bahas lebih lanjut (alias silahkan dicari sendiri di buku-buku literatur), akan tetapi di lapangan perang iklan ini dilakukan oleh marketer dengan sangat terang-terangan dan cenderung mengangkangi etika bisnis. Sebagai contoh adalah perang iklan operator seluler. "Perang iklan operator sebaiknya colling down dulu, kalau berlebihan juga tidak baik, mengingat kondisi sekarang ini," ujar Gatot S. Dewa Broto, Kabag Humas Ditjen Postel kepada detikINET.


Imbauan untuk berhemat itu juga sekaligus mandat dari Menkominfo Mohammad Nuh. Karena jika terus menerus tetap dilakukan, dikhawatirkan malah akan memberikan beban ke konsumen. "Memang imbauan ini tidak dilakukan secara resmi hanya imbauan omongan saja," lanjutnya. Salah satu sahabat di multiply :

http://mayasantoro.multiply.com/journal/item/6

Mengatakan bahwa Perang Tarip Celular makin menggila dan makin gak etis.. , coba lihat di foto itu...benar2 makin terang terangan, padahal semuanya menyesatkan konsumen.

Akhir-akhir ini si cantik Agnes Monica banyak tampil di jalanan, di perempatan, di layar kaca dan di banyak media cetak lewat iklan terbaru 3 (baca Tri) yang ngasih tau kalo sekarang BlackBerry-an pake 3 murah banget. Bahkan si Agnes ini kasih janji
Agnes:
Yang nemu BlackBerry-an lebih murah dari puny ague, gue jadiin pacar
Gila kan? Siapa yang nolak ama Agnes?? Orang bodoh aja yang gak mau. ternyata operator sebelah sudah ga mo pacaran lagi, tapi monikah gara-gara ada BlackBerry yang lebih murah tanpa tapi. Ngamatin persaingan tarif BlackBerry ini menarik juga, pas coba selancar ke Kompas.com nemu iklan dari 3 dan Indosat yang sama-sama mengklaim kemurahan tarifnya. Nampaknya Indosat sengaja menaruh banner-nya di bawahnya persis banner kepunyaan 3.


Selain operator, perang iklan juga ramai di lakukan oleh perusahaan otomotif (mobil dan motor), makanan cepat saji, handphone, departemen store, dan masih banyak lagi. Di Indonesia memang masih belum seberapa parah dibandingkan di luar negeri, ternyata menurut Darmadi perang iklan yang mungkin sudah melegenda sepanjang masa adalah yang dilakukan Coca-Cola versus Pepsi. Sama-sama minuman berkarbonasi, sama-sama berkualitas, dan sama-sama memperjuangkan pasar yang sama. Dan sama-sama dilakukan dengan cara yang sungguh kasar dan menggelikan.


Ada tayangan iklan yang menceritakan seorang anak kecil mendekati mesin konter penjualan minuman otomatis. Lalu ia memasukkan koin ke mesin itu dan keluarlah sekaleng Coca-Cola. Apa yang anak itu lakukan kemudian? Ia menaruh Coca-Cola itu di kaki kirinya. Setelah itu ia memasukkan koin ke mesin kembali untuk mendapatkan sebuah Coca-Cola kembali. Coca-Cola kali ini ia taruh di kaki kanannya. Siapa yang menyangka kalau anak kecil tersebut, menurut cerita iklan itu, membeli dua kaleng Coca-Cola untuk dijadikan pijakan agar ia sampai pada bilik Pepsi. Ia memasukkan koin ke bilik Pepsi dan mendapatkannya, lantas meninggalkan Coca-Cola yang diinjaknya tadi. Sungguh terang benderang “kekerasan” Pepsi terhadap Coca-Cola.


Kesimpulan:

Perang iklan dengan cara-cara yang mengkhawatirkan sebaiknya dihentikan saja, karena apabila diteruskan akan menambah sakit hati pihak yang terlibat. Yang menjadi korban tidak akan berdiam diri, tentu saja akan membalas dengan iklan yang lebih gila, dan sampai kapan akan berakhir. Konsumen saat ini bukan konsumen yang bodoh dan mudah untuk dikibuli sedemikian rupa. Justru pelayanan dan memelihara konsumen yang sudah setia jauh lebih penting daripada sibuk menjatuhkan pesaing dengan iklan yang menyakitkan.


Ditulis iseng comot sana comot sini sambil merampungkan tesis pemasaran di Universitas Udayana Denpasar (buat yang dicomot tulisannya jangan marah ya) hehehehe

Denpasar, 16 April 2010

Kisah Sukses Seorang Sales Superstar


Dunia marketing dewasa ini mengalami salah satu periode yang paling menarik dalam sejarah. Dengan semakin bertumbuhnya sarana promosi online, buzz marketing, dan pesan multimedia, perusahaan memiliki lebih banyak cara memasarkan produk dan jasa dibandingkan sebelumnya. Seorang salesperson kini membutuhkan lebih banyak dari sekadar sebuah setelan yang rapi, kemampuan yang baik, dan sebuah senyuman. Salespeople membutuhkan sebuah rangkaian rencana, inovasi, kecerdasan, penguasaan teknologi, dan dedikasi.

Ralph. R. Roberts adalah seorang top real estate salesman. Ia sangat disegani dalam dunia real estate dan pembiayaan perumahan, seorang pembicara yang sangat andal, sales coach, dan juga konsultan.

Dalam kurun waktu satu tahun selama periode karier yang sangat luar biasa sebagai seorang salesman real estate, Ralph R. Roberts berhasil menjual lebih dari 600 properti—ratusan kali lebih banyak dari rata-rata salesman. Dalam Walk Like a Giant, Sell Like a Madman, master pemasaran legendaris ini menunjukkan kepada Anda bagaimana memperoleh kesuksesan besar seperti itu, yang telah membuatnya menjadi seorang sales superstar.

Ada saatnya ketika Roberts berjuang keras untuk setiap penjualan yang ia lakukan, sama seperti sales yang lainnya. Namun, melalui tujuh langkah, ia mentransformasi dirinya dari orang biasa menjadi luar biasa. Kini, ia akan membimbing Anda dengan cara yang sama untuk mendapatkan peningkatan profesional, menunjukkan kepada Anda bagaimana memiliki sikap positif yang diperlukan, mengadopsi filsafat entrepreneurial, menggali lebih dalam dan lebih baik referral, dan menggenjot kemampuan pembaca.

Buku edisi kedua ini pun telah di-update dan ditambah dengan segala perubahan yang terjadi baru-baru ini, termasuk teknologi baru dan peluang online bagi pengembangan karier Anda, reputasi Anda, dan banyak sekali buzz.

Pada bagian awal buku ini dibahas karakteristik seorang salesperson sukses dan tujuh langkah untuk menjadi salesperson yang sukses, yaitu: jadilah seorang salesperson, bukan penerima perintah; dapatkan bekal pendidikan setinggi mungkin; keluarkan uang untuk menghasilkan uang; ikuti jejak seorang yang sukses; bina hubungan baik; kuasai sarana yang bisa Anda gunakan; dan selalu konsisten dalam menjalankan ini semua. Langkah-langkah ini bermanfaat bukan hanya untuk kehidupan profesional, melainkan juga berguna dalam kehidupan pribadi, dan kesuksesan yang sebenarnya harus memperhatikan kedua sisi tersebut.

Dalam bab-bab awal diuraikan mengenai bagaimana memotivasi diri untuk meraih target dan mengubah diri Anda dari seorang salesperson menjadi seorang entrepreneurial salesperson. Roberts menguraikan bagaimana menentukan target; menentukan deadlines yang realistis; dan menggapai target melalui beberapa tahapan; memilih rewards yang akan memotivasi diri Anda; dan membuat visi untuk pencapaian di masa mendatang.

Setiap hari, salespeople memutus peluang mendapatkan pasar potensial karena mereka tidak mampu atau tidak mau berhubungan dengan pelanggan atau klien dengan latar belakang yang berbeda. Oleh karenanya, Roberts menyarankan agar kita harus lebih sensitif terhadap perbedaan dalam lahan pemasaran kita, dan mencari informasi serta panduan yang diperlukan untuk menggarap demografi pelanggan yang berbeda-beda.

Roberts menyarankan agar kita berhenti berburu untuk mencari prospek baru dan mulai bertani. Dengan bertransformasi dari pemburu menjadi petani, Anda akan mengubah seluruh gaya hidup Anda. Alih-alih tersiksa dengan pencarian yang tak kunjung dapat, Anda disarankan untuk membangun aliran referral yang tetap dan akan menghidupi Anda sepanjang tahun. Cara mudah untuk menggambarkan ini semua adalah bahwa Anda disarankan untuk mengubah diri dari seorang salesperson menjadi lebih dari sekadar teman bagi pelanggan dan klien Anda. Singkat kata, berhentilah menjual dan mulailah membina hubungan baik.

Setiap bab dalam buku ini ditutup dengan sebuah checklist untuk membantu Anda berjalan dalam jalur yang benar dan untuk memberikan sarana evaluasi langkah-langkah Anda.

Buku ini menyajikan gagasan-gagasan yang sudah terbukti sukses bagi para praktisi marketing. Buku yang cukup mudah dipahami, praktikal dengan banyak cerita menarik, dan tidak mengada-ada. Namun demikian, oleh karena Ralph Roberts adalah tipikal seorang Amerika yang patriotik, ia terkesan terlalu banyak berbicara mengenai dirinya sendiri. Mungkin timbul anggapan bahwa buku ini adalah sarana promosi bagi dirinya sendiri.

dikutip seutuhnya dari Majalah Marketing:
http://www.marketing.co.id/2010/04/01/kisah-sukses-seorang-sales-superstar/#comment-276