Selasa, 08 Februari 2011

Berkomunikasi Bukan Berbicara

Pernahkah Anda membayangkan seperti apa jika ada dua orang yang berbeda karakter dan menerapkan teknik komunikasi yang berbeda, berorasi di depan banyak audiens tentang teman mereka yang sudah meninggal di acara pemakamannya?

Si orang pertama berpidato tentang bagaimana saluran darah di kepala temannya tersebut mulai tersumbat, lalu menyebabkan ini, lalu menyebabkan itu, hingga menyebabkan pecahnya pembuluh darah di kepala temannya. Lalu ia menyambungnya dengan menjelaskan beberapa istilah medis, tips dan saran-saran kesehatan bagi audiens yang hadir di acara pemakaman tersebut. Si orang pertama mengira dengan membagikan ilmunya kepada seluruh audiens yang hadir, ia mungkin bisa menyelamatkan banyak nyawa.

Di lain pihak, si orang kedua menceritakan bagaimana temannya itu hanya berhasil mencetak dua angka dalam suatu pertandingan bola basket yang tak terlupakan sewaktu SMU dulu. “Saya ingat waktu itu kita sering memanggilnya si gagang es krim karena dia begitu kurus. Pada saat detik-detik terakhir pertandingan, sebuah bola umpan tiba-tiba hinggap di tangannya. Tetapi sayang ia lalu tersandung tali sepatunya sendiri dan terjatuh.”

“Walaupun demikian, sebelum terjatuh, ia masih sempat menyelamatkan bola tersebut ke temannya yang akhirnya berhasil mengegolkan bolanya. Sesaat kemudian, kepalanya lalu membentur satu benda keras di lapangan. Sepanjang hidupnya, temanku si gagang es krim memang selalu berbakat dalam menciptakan sesuatu yang dramatis. Perbuatannya selalu melebihi penampilannya. Dia memang pahlawanku.”

Kedua orang tersebut sama-sama membicarakan hal yang sama, yaitu teman mereka yang sudah meninggal. Ketika si orang pertama selesai berbicara panjang, penonton tidak memberikan ekspresi apapun. Tetapi, ketika si orang kedua selesai berbicara dengan singkat, terlihat ada beberapa penonton yang meneteskan air matanya dengan ekspresi wajah terharu, senang, dan sedih bercampur aduk. Si orang kedua rupanya lebih sukses menyentuh emosi para audiensnya.

Tak peduli di mana pun Anda berbicara—di depan umum, di acara pemakaman sampai presentasi produk di sebuah perusahaan—Anda sedang menjual diri Anda sendiri dengan berkomunikasi. Supaya bisa menjual, Anda harus “berkomunikasi” dan bukan hanya “berbicara”. Ikutilah tips-tips berikut supaya pesan yang Anda sampaikan bisa diserap dengan baik oleh audiens.

Apa yang Hendak Disampaikan

Pilihlah kata-kata yang hendak digunakan. Lima menit pertama dan lima menit terakhir adalah bagian terpenting. Anda harus membuka, menjelaskan, dan menyimpulkan. Supaya pesan Anda bisa diserap maksimal, maka buatlah kata-kata yang digunakan seminim mungkin.

Sederhanakan

Salah satu kesalahan fatal yang bisa Anda buat adalah meremehkan kepintaran audiens. Risikonya adalah kehilangan perhatian dalam sekejap. Anda tidak bisa menganggap audiens terlalu bodoh, tetapi jangan juga menganggap bahwa audiens sudah tahu atau mengerti benar akan apa yang hendak disampaikan. Sederhanakan, tetapi rincilah poin-poin penting yang akan Anda sampaikan, bahkan jika Anda menyampaikan sesuatu yang sebenarnya sudah dipahami audiens.

Hilangkan kata-kata yang tak perlu. Apa saja yang bisa dianggap tidak perlu? Apa pun yang menyimpang dari topik utama presentasi Anda dan malah bisa membingungkan atau mengundang kontroversi dari audiens. Terkadang hal yang paling sulit adalah menghilangkan kata-kata yang Anda sukai, tetapi sebenarnya tak berhubungan dengan tema utama. Jika tidak ada hubungannya dengan topik, maka lebih baik dihilangkan saja.

Berikan Penekanan

Jangan berharap apa yang Anda sampaikan bisa semuanya diserap oleh audiens. Beberapa hal, bahkan banyak hal, akan lewat begitu saja. Walaupun demikian, mereka pasti bisa mengingat apa tema atau topik utama yang hendak Anda sampaikan, jika Anda memberikan penekanan yang cukup dan tak berlebihan pada presentasi yang disampaikan. Cara terbaik melakukannya adalah dengan menyampaikan tema/topik utama tersebut dengan penekanan, pengulangan, atau disertai contoh-contoh.

Ketika Martin Luther King berbicara di depan Lincoln Memorial, ia mengulang-ulang satu kalimat, “I have a dream”. Bahkan, walaupun Anda tidak ingat lagi apa saja yang ia katakan waktu itu, Anda tetap bisa mengingat jelas tema uniknya, “I have a dream”. Perbedaan dari orang pertama dan orang kedua pada pidato di acara pemakaman di awal tadi sangatlah jelas, yaitu si orang kedua berhasil menekankan tema unik pidatonya, “Temanku si Gagang Es Krim”.

Tunjukkan, Jangan Cuma Ngomong

Kebanyakan dari kita bosan jika “diberitahu”, tetapi lebih tertarik jika “ditunjukkan atau diceritakan”. Perhatikan bahwa memberitahukan dengan detail itu berbeda dengan menceritakan dengan detail. Itulah sebabnya mengapa cerita lebih mudah diingat dan lebih tahan lama dalam ingatan kita.

Selain menceritakan, Anda juga bisa menggunakan bahasa tubuh dan demonstrasi bila perlu, agar bisa lebih efektif dalam menyampaikan pesan. Contoh, Anda hendak menyampaikan, “Awal tahun ini, penjualan kita menurun sepertiganya.” Dengan disertai gerakan tiga jari yang bergerak turun akan bisa membantu audiens untuk lebih mengingatnya.

Libatkan Audiens

Seringkali bukan “apa” yang disampaikan, tetapi lebih pada “bagaimana” Anda menyampaikannya. Libatkanlah audiens Anda. Buat mereka tertarik dengan “menarik” mereka lebih dekat pada topik utama, contohnya dengan lebih sering menggunakan kata “kita” daripada kata “saya”.

Sesekali ajukan pertanyaan kepada audiens. Walaupun tidak ada yang menjawab, mereka pasti menjawabnya dalam hati dan merasa terlibat dalam presentasi Anda. Mereka bisa turut berpikir, turut mempertimbangkan, bahkan turut merasa dihormati, jika Anda sesekali melihat langsung ke mata mereka. Maka, sebelum memulai presentasi, pastikan Anda mengenal siapa audiens Anda.

Pada contoh di awal artikel ini, si orang pertama mungkin akan bisa lebih menarik perhatian audiens, jika yang hadir adalah kebanyakan dari kalangan akademis atau kedokteran. Tetapi, yang hadir di situ adalah orang-orang yang sedang bersedih atas kematian teman mereka dan berasal dari latar belakang dan profesi yang berbeda-beda. Si orang kedua lebih berhasil menyedot perhatian karena tema yang ia sampaikan lebih bersifat “universal” dan cocok mengena di kalangan audiens yang hadir.

Latihan, Latihan, dan Latihan

Sebenarnya satu hal terburuk yang harus Anda hindari dalam berbicara adalah kegugupan. Rasa gugup merusak segalanya. Satu-satunya cara mengatasi kegugupan adalah dengan latihan, latihan, dan latihan. Anda bisa mencoba apa pun, termasuk mengatur nafas, mengepalkan tangan, minum, sampai menutupi kaki Anda yang gemetar, tetapi itu semua tidak akan banyak menolong. Latihan yang berulang-ulanglah yang bisa menghilangkan kegugupan.

Latihan membuat Anda mampu menghilangkan jeda-jeda yang tak diinginkan dalam berbicara, mengatur intonasi suara saat berbicara (kadang Anda harus berbicara keras, kadang Anda harus berbicara lembut, kadang cepat, kadang lambat). Kombinasi dari semua itu bisa membuat pidato Anda sangat menarik. Semua itu hanya bisa didapat dari “latihan”.

“Berbicara Tidaklah Sama dengan Berkomunikasi”. (Ivan Mulyadi/Majalah MARKETING)