Selasa, 17 Agustus 2010

Stress Mengantri


Ada joke yang mengatakan bahwa orang Inggris, saking sopannya, sekalipun dia sendirian, dia tetap saja berdiri di antrian. Ini rasanya bertolak belakang dengan budaya orang Indonesia, sekalipun banyak orang tapi tak ada yang mau mengantri.

Kalau kita berangkat dengan pesawat Senin pagi melalui terminat F bandara Soekarno Hatta, banyak orang yang stres menghadapi antrian ular (berbelok-belok) yang cukup panjang untuk check-in. Di luar negeri orang terlihat santai mengantri. Sementara di Indonesia, orang yang mengantri celingak-celinguk melihat kapan gilirannya sampai di depan. Ini karena orang Indonesia senang datang mepet dan tidak memperhitungkan waktu untuk mengantri.

Beruntung kalau waktu boarding kita masih cukup lama. Tapi kalau kita punya waktu boarding yang sempit, maka antrian seperti ini memang bikin dag-dig-dug. Soalnya semua orang dengan tujuan berbeda-beda dan waktu boarding berbeda-beda, mengantri di line yang sama. Penumpang yang panik biasanya adalah orang yang sebentar lagi mau boarding, sementara di depannya banyak sekali orang yang justru memiliki banyak waktu sebelum boarding.

Memang salah jika Anda datang pada waktu yang mepet, karena seharusnya Anda sudah harus datang untuk check-in satu jam sebelum boarding. Namun, seperti kebiasaan, beberapa orang senang datang untuk check-in di bawah setengah jam sebelum waktu boarding. Atau, kalaupun bukan kebiasaan, keterlambatan datang bisa gara-gara situasi lalu-lintas yang macet di tol.

Seperti biasa pula, penumpang yang sebentar lagi harus boarding mulai kesal dan marah karena antriannya masih panjang. Kalau sudah begini, petugas jadi panik dan akhinya membuka satu antrian lagi untuk mereka. Keputusan yang sepertinya tepat! Masalah penumpang yang hampir telat ini terpecahkan! Mereka puas karena bisa terbang tepat waktu!

Namun sayangnya hal ini tidak terjadi pada mereka yang masih mengantri, karena mereka diperlakukan tidak adil. Mereka adalah penumpang yang tertib, datang sesuai jadwal untuk check-in, tapi kenapa prioritas diberikan kepada orang yang telat mengantri? Lagipula orang yang senang datang telat itu kemungkinan besar akan kembali datang telat karena selalu mendapat prioritas untuk memotong antrian. Sistem yang kurang baik, akhirnya bisa membuat orang yang “baik” menjadi “tidak baik”!

Kebanyakan orang di Indonesia tidak mau mengantri karena tidak ada sistem yang baik untuk mengantri. Padahal sistem antrian adalah “disiplin ilmu” tersendiri dalam dunia pelayanan. Antrian ular dalam teori pelayanan punya kelebihan dan kekurangan. Orang yang mengantri akan teratur dengan sendirinya berdasarkan waktu kedatangan. Selain itu, antrian ular juga membuat baris antrian seolah tidak panjang. Ini berbeda dengan antrian lurus yang membuat barisnya menjadi terkesan panjang. Kalaupun dibuat lebih dari satu antrian, maka orang yang ada di antrian yang lebih lambat bergerak biasanya menjadi tidak puas.

Namun antrian berputar seperti ular ini memang membuat tidak puas jika karakter orang yang mengantri seperti kasus di bandara. Apalagi mereka semua dibatasi oleh waktu bepergian yang berbeda-beda. Akibatnya sistem antrian yang kita buat menjadi tidak berguna.

Mengelola antrian memang menjadi sesuatu yang kompleks. Semakin banyak pelanggan Anda, maka Anda harus memiliki sistem antrian yang baik. Mereka yang menjadi pelanggan sebuah service provider yang punya pelanggan sedikit akan lebih puas, dibandingkan pelanggan pada service provider yang punya pelanggan banyak. Saya bisa membayangkan, Telkomsel dengan pelanggan 75 juta pasti akan menghadapi masalah yang tidak selesai-selesai dalam soal antrian. Sementara mereka mulai memperbaiki sistem antrian, jutaan pelanggan lagi sudah muncul setiap tahun.

Di Wikipedia, sejarah munculnya teori antrian adalah sekitar tahun 1900-an. Perhitungan matematika dibutuhkan untuk mengatur trafik masuk di public switched telephone network. Dengan demikian, tidak ada saluran yang kosong sementara ada saluran lain yang justru penuh sesak. Sama halnya dengan arus barang masuk-keluar, perhitungan matematis diperlukan untuk mengatur agar barang bisa ter-deliver tepat waktu. Selain itu ada beberapa pengaturan yang bersifat customised untuk beberapa hal. Seperti antrian untuk hal-hal yang diprioritaskan, antrian untuk hal-hal yang bisa ditangani cepat, dan lain-lain. Semuanya butuh perhitungan matematis.

Sekarang ini ada mesin kinetic yang bisa mengatur antrian pelanggan berdasarkan kebutuhan. Mereka yang perlu mendapatkan quick service mendapatkan nomor antrian berbeda dibandingkan mereka yang tergolong normal service. Demikian pula dengan mereka yang tergolong pelanggan reguler dan priority akan diperlakukan berbeda dari sisi waktu. Mesin ini juga bisa menghitung estimasi waktu Anda untuk mengantri. Pada kondisi dimana Anda memiliki banyak segmen antrian maka penggunaan IT memang sudah tidak terelakkan lagi.

Cara lain tentunya adalah menambah jenis saluran pelayanan. Percayalah, sebaik apapun Anda membuat desain antrian, pasti akan menimbulkan ketidakpuasan, karena pada dasarnya manusia semakin tidak mau mengantri. Beruntung ada BlackBerry yang membuat orang mungkin betah mengantri karena bisa chatting dan mengirim e-mail sambil mengantri. Namun kesenangan ini juga bisa berakhir pada saat dia menyadari bahwa antrian di depannya tidak bergerak.

Oleh karena itu buatlah saluran pelayanan non fisik yang personal dan relatif murah seperti melalui handphone, website, mesin, dan lain-lain. Biarkan pelanggan bebas menentukan kapan harus mendapatkan pelayanan dan tidak tergantung orang di depan mereka. Tantangannya, budaya orang Indonesia memang masih belum sreg kalau tidak datang ke layanan fisik dan bertatap muka. Tapi antrian fisik sebenarnya bisa menjadi “hukuman” bagi pelanggan yang tidak pernah memakai rencana atau tidak mau memanfaatkan saluran lain yang lebih murah. Lama-kelamaan, mereka pun akan merasa tidak nyaman dan datang tepat waktu. Atau kalau tidak, memilih santai di rumah serta memakai telepon atau internet untuk mendapatkan pelayanan lebih awal.

Sumber: Rachmat Susanta


Rabu, 23 Juni 2010

The Word of Kid’s Mouth (Wokim)

Tradisi menggunakan merek dalam keluarga, seringkali diturunkan dari romantisme masa lalu orang tua, kemudian dijaga oleh program eksperiensial yang mensinergikan antargenerasi. Sayangnya, proses ini seringkali terlupakan ketika sebuah merek melakukan rebranding ataupun positioning. Jangankan dalam proses rebranding, dalam keseharian pun sangat sedikit merek yang menjaga keberlangsungan tradisi merek dalam sebuah keluarga, dengan menggunakan brand PR. Paling banter, merek-merek menjaga tradisi ini melalui iklan yang mengingatkan, bahwa merek ini sudah digunakan sejak lama oleh para orang tua. Sangat jarang yang menurunkannya hingga level one on one, dimana konsumen secara langsung menjaga tradisi merek berdasarkan belief yang mereka bangun sendiri.

Itulah yang tampaknya terlewatkan oleh KFC ketika melakukan repositioning mereknya menjadi restoran remaja—dari yang semula restoran keluarga. Setidaknya, hal itu yang terjadi pada Ghiva, putra saya kelas enam SD. Karena merasa tidak dipercaya saat menelpon 14022, Ghiva menggunakan hak boikot sebagai anak untuk tidak lagi ke KFC. Padahal, KFC buat saya adalah merek penuh kenangan selama lebih dari 18 tahun. Menariknya lagi, Ghiva menyebarkan kekecewaan tersebut kepada teman-temannya di kelas. Dan yang paling menarik, ternyata teman-temannya mengalami keluhan yang sama. Jadilah sudah, mereka sekelas sepakat untuk tidak lagi memesan KFC. Terpaksa deh, saya hanya bisa bersama istri atau teman lain, saat akan menikmati romantisme merek KFC.

Anak-anak memang seringkali menjadi prioritas utama, ketika sebuah merek menyasar keluarga—karena kemampuannya mempengaruhi keluarga memang luar

biasa kuat. Apalagi untuk keluarga generasi 80-an yang memiliki kesadaran untuk memberikan kebebasan berpendapat pada anak-anak mereka. Sayangnya, masih sedikit di antara kita yang sadar betul betapa dahsyat proses The Word of Kid’s Mouth (Wokim) di kalangan sesama mereka. Dan juga, masih jarang di antara kita yang melihat bahwa Wokim memiliki peran penting dalam menjaga dan menciptakan sebuah tradisi merek.
Tradisi dalam Transisi.

Salah satu proses tradisi penggunaan merek di dalam keluarga seringkali diuji pada saat keluarga tersebut mengalami transisi, baik transisi ekonomi, sosial, ataupun pertumbuhan jumlah anggota keluarga. Keluarga muda membutuhkan furniture dengan harga terjangkau, dan mobil pertamanya berupa mobil tangan kedua. Olympic dan Mobil88 mengambil peran di situ. Begitu halnya ketika keluarga tersebut menjadi lebih makmur. Perubahan merek pun kemungkinan akan terjadi, jika merek tersebut tidak mampu mewakili statusnya yang baru. Itulah sebabnya, Olympic mengembangkan Albatros, Toyota memiliki Avanza. Beberapa merek lain pun mengembangkan beberapa varian untuk menangkap transisi konsumen ini.

Persoalannya adalah bagaimana menjadikan transisi tradisi ini agar konsumen tidak berpindah ke merek lain. Agar konsumen Olympic pasti ke Albatros, agar konsumen mobil tangan kedua membeli Avanza, kemudian naik membeli Innova, dan produk-produk berikutnya. Nah, untuk beberapa proses transisi konsumen, Wokim memiliki pengaruh yang cukup kuat untuk menjaga transisi tersebut, sehingga konsumen tetap menggunakan merek kita.

Sekali lagi, selama ini, kita masih melihat peran dalam kebutuhan perilaku membeli, apakah anak tersebut puas atau tidak dengan produk kita? Paling banter, kita melihat perilaku mereka dalam mengonsumsi produk, dan berapa uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan makanannya. Tapi, bagaimana mereka saling memengaruhi, rasanya masih sedikit menjadi pertimbangan dalam mengembangkan “potensi” anak untuk mengangkat merek kita.

Padahal, dengan bargaining position anak-anak sekarang yang kuat terhadap orang tuanya, The Word of Kid’s Mouth (WOKIM) merupakan sarana ampuh untuk menjaga tradisi merek di sebuah keluarga. Atau sebaliknya, Wokim juga efektif untuk membentuk tradisi baru merek dalam sebuah keluarga. Ketika sebuah keluarga begitu solid dengan sebuah tradisi merek, maka kunci untuk mengubah ataupun mempertahankannya adalah melalui Wokim.

Saat kejadian KFC, sebetulnya pemicunya sederhana, pelayan KFC meminta sang anak untuk memberikan gagang telepon pada orang tuanya. Hampir pasti, kebijakan ini dikeluarkan oleh KFC karena seringnya anak-anak “mempermainkan” KFC melalui nomor hotline mereka. Sehingga, KFC merasa dirugikan dengan ulah tersebut.

Saya tidak tahu persis, berapa kerugian yang dialami KFC saat ditelpon iseng oleh anak-anak yang tidak bertanggung jawab. Tapi, saya yakin bahwa kerugian yang dialami saat membuat kebijakan baru dengan “tidak percaya” pada anak-anak, pasti nilainya jauh lebih besar ketimbang kerugian akibat telpon iseng anak-anak. Apalagi jika kita berbicara jangka panjang, bahwa anak-anak adalah konsumen potensial di masa mendatang. Plus, kompetitor utama KFC memilih untuk tetap “mendengarkan” suara anak-anak, sekalipun merek tersebut juga mendapatkan perlakuan yang sama.
One on One Exploration.

Seberapa jauh kedahsyatan suara anak, memang memiliki perbedaan karakteristik berdasarkan lingkungan sosial anak itu sendiri. Bila berbicara apakah Wokim anak-anak sangat cocok untuk Blackberry, jawabannya iya untuk anak-anak yang hidup di lingkungan kelas menengah ke atas. Tapi, bila kita bercerita untuk Leo, makanan kecil produksi Garudafood, sudah pasti hampir semua tingkatan anak-anak akan menjadi Wokim yang hebat.

Hanya memang, mesti diawasi juga seberapa jauh Wokim akan berpengaruh terhadap kebijakan sebuah merek. Maka, tidak heran kalau beberapa merek besar juga mulai mempertimbangkan Wokim dalam setiap pengambilan keputusan merek. Selain mampu mencegah dampak negatif, Wokim juga bisa digunakan untuk membangun fondasi menjaga tradisi penggunaan merek di sebuah keluarga.

Dan mengingat anak bukan merupakan subjek yang mudah untuk digali, maka penggalian isi benak anak-anak juga tidak bisa dilakukan dengan menggunakan penelitian normatif, seperti yang dilakukan untuk orang dewasa. Anak yang sedang berada di masa perkembangan pada tahap eksplorasi dunia, menjadikan diri mereka hanya bisa didapatkan isi benaknya jika dieksplorasi melalui program stimulus respon.
Kognitif anak belum sepenuhnya bisa dieksplorasi dengan menggunakan kuesioner seperti halnya orang dewasa. Maka, proses one on one exploration akan jauh lebih efektif. Apalagi jika dilakukan oleh end user sendiri, agar kita tahu persis reaksi alami sang anak. Karena, reaksi alami memang harus langsung ditangkap, sulit untuk dituliskan dalam bentuk kata-kata.

Sederhananya, Wokim akan cepat kita dapatkan, jika kita langsung melihat reaksi anak terhadap stiumulus merek. Maka, harus kita yang berada di sekitar anak. Repot? Rasanya tidak. Malah bisa jadi sangat menyenangkan. Bukankah anak-anak selalu memberikan inspirasi yang tidak terduga? Selamat bergaul dengan anak-anak untuk mendapatkan Wokim.

Diambil dari Majalah Marketing


Kamis, 15 April 2010

STRATEGY PERANG IKLAN DAN MANFAATNYA


Menurut Wikipedia, Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (Dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan menggunakan kekerasan) antara dua atau lebih kelompok manusia untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang secara purba di maknai sebagai pertikaian bersenjata, di era modern, perang lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri, hal ini tercermin dari doktrin angkatan perangnya seperti "Barang siapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia", hal ini menunjukkan bahwa penguasaan atas ketinggian harus dicapai oleh teknologi.


Namun kata Perang tidak lagi berperan sebagai kata kerja, namun sudah bergeser pada kata sifat, yang mempopulerkan hal ini adalah para jurnalis, sehingga lambat laun pergeseran ini mendapatkan posisinya, namun secara umum perang berarti "pertentangan". Ada yang namanya perang dingin, perang politik, perang ekonomi, perang saudara, perang dunia, perang iklan dan masih banyak lagi.

Penyebab terjadinya perang di antaranya adalah:

  • Perbedaan ideologi
  • Keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan
  • Perbedaan kepentingan
  • Perampasan sumber daya alam (minyak, hasil pertanian, dll)


Aneka jenis perang diatas bukan ranah kita untuk didiskusikan lebih lanjut, akan tetapi perang yang menjadi bahasan menarik di bidang marketing selain perang harga adalah perang iklan. Apa itu perang iklan? Berdasarkan definisi diatas adalah kondisi permusuhan antara dua atau lebih kelompok manusia (lembaga) untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan melalui media periklanan.


Sedangkan dari sisi strategy, maka dapat dikatakan bahwa strategy perang yang sesungguhnya seringkali di praktikan dalam perang-perang yang lain. Misalnya Strategi perang Sun Tzu dalam aplikasi bisnis. Yang menjadi medan perang adalah pangsa pasar produk/jasa anda. Yang menjadi jenderal perang adalah anda sendiri kalau anda seorang yang terlibat marketing. Dan musuh perang adalah saingan bisnis yang produknya/ jasanya sama dengan anda.

Sun Tzu mengatakan bahwa dalam hasil setiap peperangan selalu ditentukan oleh lima faktor konstan, yaitu:

  • Hukum moral (loyalitas atau komitmen) para prajurit yang siap mati.
  • Langit yang menunjukkan keadaan alam yang tidak bisa diubah, seperti siang-malam, panas-dingin.
  • Bumi yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, keadaan medan pertempuran yang dihadapi, kemungkinan hasil peperangan.
  • Pimpinan sebagai simbol karakter dan sifat dari teladan yang baik.
  • Metode dan Disiplin yang perlu dipahami dalam menyususun strategi perang dan konsekuensi dari pelaksanaan strategi tersebut.


Ajaran Sun Tzu tidak hanya dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah militer, tetapi juga dipergunakan di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, politik, corporate strategy, human resource, finance, bahkan sampai dipakai sebagai cara untuk mendidik anak juga. Menarik sekali mengupas strategy perang Sun Tzu (akan di fokuskan pada kesempatan lain)

Bagaimana dengan perang iklan?

Perang iklan disini hanya di fokuskan untuk bidang marketing. Sama dengan perang dalam arti sesungguhnya, perang iklan juga terjadi, yang mungkin saja disebabkan oleh:

  • Perbedaan ideologi bisnis
  • Keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan (target market)
  • Perbedaan kepentingan dalam menggaet konsumen
  • Perampasan persepsi (konsumen di buat percaya oleh bujuk rayu dalam iklan itu)


Sebagai pemasar, tentu Anda sudah mengerti bahwa di dalam bauran pemasaran terhadap empat hal, yaitu product, price, place, promotion (4P). Jadi, promosi menjadi hal penting agar produk yang dipasarkan dengan banderol harga tertentu dan dipajang di tempat tertentu diketahui target pasar dan laku. Akibat persaingan pasar yang sengit, sudah jelas pengemasan iklan yang efektif akan semakin rumit. Maka tak dimungkiri terjadilah perang harga, yang kemudian diikuti pula dengan perang iklan. (Darmadi Durianto dalam majalah Marketing)



Teori mengenai iklan terhadap penjualan dan pangsa pasar tidak perlu di bahas lebih lanjut (alias silahkan dicari sendiri di buku-buku literatur), akan tetapi di lapangan perang iklan ini dilakukan oleh marketer dengan sangat terang-terangan dan cenderung mengangkangi etika bisnis. Sebagai contoh adalah perang iklan operator seluler. "Perang iklan operator sebaiknya colling down dulu, kalau berlebihan juga tidak baik, mengingat kondisi sekarang ini," ujar Gatot S. Dewa Broto, Kabag Humas Ditjen Postel kepada detikINET.


Imbauan untuk berhemat itu juga sekaligus mandat dari Menkominfo Mohammad Nuh. Karena jika terus menerus tetap dilakukan, dikhawatirkan malah akan memberikan beban ke konsumen. "Memang imbauan ini tidak dilakukan secara resmi hanya imbauan omongan saja," lanjutnya. Salah satu sahabat di multiply :

http://mayasantoro.multiply.com/journal/item/6

Mengatakan bahwa Perang Tarip Celular makin menggila dan makin gak etis.. , coba lihat di foto itu...benar2 makin terang terangan, padahal semuanya menyesatkan konsumen.

Akhir-akhir ini si cantik Agnes Monica banyak tampil di jalanan, di perempatan, di layar kaca dan di banyak media cetak lewat iklan terbaru 3 (baca Tri) yang ngasih tau kalo sekarang BlackBerry-an pake 3 murah banget. Bahkan si Agnes ini kasih janji
Agnes:
Yang nemu BlackBerry-an lebih murah dari puny ague, gue jadiin pacar
Gila kan? Siapa yang nolak ama Agnes?? Orang bodoh aja yang gak mau. ternyata operator sebelah sudah ga mo pacaran lagi, tapi monikah gara-gara ada BlackBerry yang lebih murah tanpa tapi. Ngamatin persaingan tarif BlackBerry ini menarik juga, pas coba selancar ke Kompas.com nemu iklan dari 3 dan Indosat yang sama-sama mengklaim kemurahan tarifnya. Nampaknya Indosat sengaja menaruh banner-nya di bawahnya persis banner kepunyaan 3.


Selain operator, perang iklan juga ramai di lakukan oleh perusahaan otomotif (mobil dan motor), makanan cepat saji, handphone, departemen store, dan masih banyak lagi. Di Indonesia memang masih belum seberapa parah dibandingkan di luar negeri, ternyata menurut Darmadi perang iklan yang mungkin sudah melegenda sepanjang masa adalah yang dilakukan Coca-Cola versus Pepsi. Sama-sama minuman berkarbonasi, sama-sama berkualitas, dan sama-sama memperjuangkan pasar yang sama. Dan sama-sama dilakukan dengan cara yang sungguh kasar dan menggelikan.


Ada tayangan iklan yang menceritakan seorang anak kecil mendekati mesin konter penjualan minuman otomatis. Lalu ia memasukkan koin ke mesin itu dan keluarlah sekaleng Coca-Cola. Apa yang anak itu lakukan kemudian? Ia menaruh Coca-Cola itu di kaki kirinya. Setelah itu ia memasukkan koin ke mesin kembali untuk mendapatkan sebuah Coca-Cola kembali. Coca-Cola kali ini ia taruh di kaki kanannya. Siapa yang menyangka kalau anak kecil tersebut, menurut cerita iklan itu, membeli dua kaleng Coca-Cola untuk dijadikan pijakan agar ia sampai pada bilik Pepsi. Ia memasukkan koin ke bilik Pepsi dan mendapatkannya, lantas meninggalkan Coca-Cola yang diinjaknya tadi. Sungguh terang benderang “kekerasan” Pepsi terhadap Coca-Cola.


Kesimpulan:

Perang iklan dengan cara-cara yang mengkhawatirkan sebaiknya dihentikan saja, karena apabila diteruskan akan menambah sakit hati pihak yang terlibat. Yang menjadi korban tidak akan berdiam diri, tentu saja akan membalas dengan iklan yang lebih gila, dan sampai kapan akan berakhir. Konsumen saat ini bukan konsumen yang bodoh dan mudah untuk dikibuli sedemikian rupa. Justru pelayanan dan memelihara konsumen yang sudah setia jauh lebih penting daripada sibuk menjatuhkan pesaing dengan iklan yang menyakitkan.


Ditulis iseng comot sana comot sini sambil merampungkan tesis pemasaran di Universitas Udayana Denpasar (buat yang dicomot tulisannya jangan marah ya) hehehehe

Denpasar, 16 April 2010

Kisah Sukses Seorang Sales Superstar


Dunia marketing dewasa ini mengalami salah satu periode yang paling menarik dalam sejarah. Dengan semakin bertumbuhnya sarana promosi online, buzz marketing, dan pesan multimedia, perusahaan memiliki lebih banyak cara memasarkan produk dan jasa dibandingkan sebelumnya. Seorang salesperson kini membutuhkan lebih banyak dari sekadar sebuah setelan yang rapi, kemampuan yang baik, dan sebuah senyuman. Salespeople membutuhkan sebuah rangkaian rencana, inovasi, kecerdasan, penguasaan teknologi, dan dedikasi.

Ralph. R. Roberts adalah seorang top real estate salesman. Ia sangat disegani dalam dunia real estate dan pembiayaan perumahan, seorang pembicara yang sangat andal, sales coach, dan juga konsultan.

Dalam kurun waktu satu tahun selama periode karier yang sangat luar biasa sebagai seorang salesman real estate, Ralph R. Roberts berhasil menjual lebih dari 600 properti—ratusan kali lebih banyak dari rata-rata salesman. Dalam Walk Like a Giant, Sell Like a Madman, master pemasaran legendaris ini menunjukkan kepada Anda bagaimana memperoleh kesuksesan besar seperti itu, yang telah membuatnya menjadi seorang sales superstar.

Ada saatnya ketika Roberts berjuang keras untuk setiap penjualan yang ia lakukan, sama seperti sales yang lainnya. Namun, melalui tujuh langkah, ia mentransformasi dirinya dari orang biasa menjadi luar biasa. Kini, ia akan membimbing Anda dengan cara yang sama untuk mendapatkan peningkatan profesional, menunjukkan kepada Anda bagaimana memiliki sikap positif yang diperlukan, mengadopsi filsafat entrepreneurial, menggali lebih dalam dan lebih baik referral, dan menggenjot kemampuan pembaca.

Buku edisi kedua ini pun telah di-update dan ditambah dengan segala perubahan yang terjadi baru-baru ini, termasuk teknologi baru dan peluang online bagi pengembangan karier Anda, reputasi Anda, dan banyak sekali buzz.

Pada bagian awal buku ini dibahas karakteristik seorang salesperson sukses dan tujuh langkah untuk menjadi salesperson yang sukses, yaitu: jadilah seorang salesperson, bukan penerima perintah; dapatkan bekal pendidikan setinggi mungkin; keluarkan uang untuk menghasilkan uang; ikuti jejak seorang yang sukses; bina hubungan baik; kuasai sarana yang bisa Anda gunakan; dan selalu konsisten dalam menjalankan ini semua. Langkah-langkah ini bermanfaat bukan hanya untuk kehidupan profesional, melainkan juga berguna dalam kehidupan pribadi, dan kesuksesan yang sebenarnya harus memperhatikan kedua sisi tersebut.

Dalam bab-bab awal diuraikan mengenai bagaimana memotivasi diri untuk meraih target dan mengubah diri Anda dari seorang salesperson menjadi seorang entrepreneurial salesperson. Roberts menguraikan bagaimana menentukan target; menentukan deadlines yang realistis; dan menggapai target melalui beberapa tahapan; memilih rewards yang akan memotivasi diri Anda; dan membuat visi untuk pencapaian di masa mendatang.

Setiap hari, salespeople memutus peluang mendapatkan pasar potensial karena mereka tidak mampu atau tidak mau berhubungan dengan pelanggan atau klien dengan latar belakang yang berbeda. Oleh karenanya, Roberts menyarankan agar kita harus lebih sensitif terhadap perbedaan dalam lahan pemasaran kita, dan mencari informasi serta panduan yang diperlukan untuk menggarap demografi pelanggan yang berbeda-beda.

Roberts menyarankan agar kita berhenti berburu untuk mencari prospek baru dan mulai bertani. Dengan bertransformasi dari pemburu menjadi petani, Anda akan mengubah seluruh gaya hidup Anda. Alih-alih tersiksa dengan pencarian yang tak kunjung dapat, Anda disarankan untuk membangun aliran referral yang tetap dan akan menghidupi Anda sepanjang tahun. Cara mudah untuk menggambarkan ini semua adalah bahwa Anda disarankan untuk mengubah diri dari seorang salesperson menjadi lebih dari sekadar teman bagi pelanggan dan klien Anda. Singkat kata, berhentilah menjual dan mulailah membina hubungan baik.

Setiap bab dalam buku ini ditutup dengan sebuah checklist untuk membantu Anda berjalan dalam jalur yang benar dan untuk memberikan sarana evaluasi langkah-langkah Anda.

Buku ini menyajikan gagasan-gagasan yang sudah terbukti sukses bagi para praktisi marketing. Buku yang cukup mudah dipahami, praktikal dengan banyak cerita menarik, dan tidak mengada-ada. Namun demikian, oleh karena Ralph Roberts adalah tipikal seorang Amerika yang patriotik, ia terkesan terlalu banyak berbicara mengenai dirinya sendiri. Mungkin timbul anggapan bahwa buku ini adalah sarana promosi bagi dirinya sendiri.

dikutip seutuhnya dari Majalah Marketing:
http://www.marketing.co.id/2010/04/01/kisah-sukses-seorang-sales-superstar/#comment-276

Minggu, 28 Februari 2010

MAKNA KEPUASAN PELANGGAN

(Ini hanyalah tulisan yang dipergunakan untuk mendukung tesis saya, dan tidak semuanya masuk dalam tesis itu. Karena sayang jika terbuang sehingga saya masukkan ke blog agar dapat dibaca oleh orang lain)


Siapa pun yang terlibat dalam rangkaian bisnis baik itu internal perusahaan mulai dari Top Manajemen hingga ke Room Boy, harus mempunyai rasa tanggung jawab dalam diri mereka mengenai Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan). Terlebih jika bertanggung jawab di Bidang Marketing, harus lebih detail memahami apa-apa saja yang menjadi kemauan pelanggan.
Semua perusahaan dan pelaku bisnis terkemuka saat ini tidak ada satupun yang melupakan konsep Kepuasan Pelanggan, karena mereka menyadari bahwa pelanggan yang puas akan membawa dampak positif untuk bisnis mereka di masa datang. Beberapa dari mereka tidak penting untuk mengetahui teori Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan), Customer Behavior (Perilaku Konsumen) maupun Complainer and Non-complainer. Akan tetapi mereka menyadari sepenuhnya bahwa dengan memupuk kepuasan pelanggan secara langsung akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Ini adalah sebuah logika bisnis yang tentu saja tidak lagi perlu diperdebatkan.

Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan value dari pemasok, produsen atau penyedia jasa. Value ini bisa berasal dari produk, pelayanan, system dan sesuatu yang bersifat emosi. Value ini dapat berupa produk yang berkualitas, harga yang menarik maupun pelayanan yang menyenangkan.

Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang akan berbagi kepuasan dengan produsen atau penyedia jasa. Adakalanya, pelanggan yang puas akan berbagi rasa dan pengalaman kepada pelanggan lain (getok tular). Ini akan menjadi referensi bagi perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, baik pelanggan maupun produsen, akan sama-sama diuntungkan apabila kepuasan terjadi. Dengan hubungan ini, jelaslah bahwa kepuasan pelanggan haruslah menjadi salah satu tujuan dari setiap perusahaan.

Bagaimana teorinya.
Satisfaction adalah kata dari bahasa latin, yaitu satis yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup. Dalam konteks teori Consumer Behavior, kepuasan lebih banyak didefiniskkan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Salah satu definisi yang disampaikan oleh Richard Oliver adalah “Kepuasan adalah respon pemenuhan dari konsumen. Kepuasan adalah hasil dari penilaian konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang”

Tjiptono, dkk., memberi pengertian bahwa kualitas mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefit) bagi pelanggan. Istilah nilai (value) sering kali digunakan untuk mengacu pada kualitas relatif suatu produk dan jasa yang menyertainya dan dikaitkan dengan harga produk yang bersangkutan.

Sedangkan Kotler mengemukakan pengertian service (jasa/layanan) adalah tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud atau tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan.

Albrecht dalam Lovelock mendefinisikan pelayanan sebagai suatu pendekatan organisasi total yang menjadi kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa, sebagai kekuatan penggerak utama dalam pengoperasian bisnis.

Lewis dan Booms mengartikan bahwa kualitas layanan bisa diartikan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspekstasi pelanggan. Sehingga berdasarkan definisi ini, kualitas layanan ditentukan oleh kemampuan perusahaan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Dengan kata lain, faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan adalah layanan yang diharapkan pelanggan (expected service) dan persepsi terhadap layanan (perceived service).

Parasuraman, dkk menjelaskan bahwa apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas layanan bersangkutan akan dinilai baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih jelek dibandingkan expected service, maka kualitas layanan dipersepsikan negative atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas layanan bergantung pada kemampuan perusahaan dan staffnya memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.

Secara lebih praktis, kepuasan pelanggan adalah:
Pertama, persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Oleh karena itu pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan masih memiliki persepsi bahwa harapan terhadap produk dan jasa belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan.

Kedua, kepuasan pelanggan sangat bergantung pada harapan pelanggan. Oleh karena itu, strategy kepuasan pelanggan haruslah didahului dengan pengetahuan yang detail dan akurat terhadap harapan palanggan. Harapan pelanggan kadangkala dapat dikontrol oleh perusahaan. Hal ini menjadi tugas Tim Marketing untuk mengukur seberapa besar harapan pelanggan terhadap produk atau jasa yang telah dipersepsikan oleh pelanggan.

Finally. Kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk dan jasa. Oleh karena itu, setiap transaksi atau pengalaman baru, akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Dengan demikian, kepuasan pelanggan mempunyai dimensi waktu karena hasil akumulasi. Karena itu, siapapun yang terlibat dalam urusan kepuasan pelanggan, maka mereka melibatkan diri dalam urusan jangka panjang. Upaya memuaskan pelanggan adalah pengalama panjang yang tidak mengenal batas akhir.
Meminjam judul lagunya Kerispatih ”Tak lekang oleh waktu”


Daftar Bacaan Acuan:
Irawan, Handi., 2008, “10 Prinsip Kepuasan Pelanggan”, Edisi Kesepuluh, Jakarta, Elex Media Komputindo.
Lovelock, C.H., 2004, “Product Plus: How Product + Service = Competitive Advantage”, New York, McGraw-Hill, Inc.
Parasuraman, A., V.A. Zeithaml, L.L. Berry, 1985, “A Conceptual Model of Service Quality and its Implications for Future Research”, Journal of Marketing 49, page 48.
__________________________________________, 1988, “Servqual: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality”, Cambridge, Mass: Marketing Science Institute
Tjiptono, Fandy, 2008, “Service Management”, Edisi Pertama, Yogyakarta, Andi.
Tjiptono, Fandy., Gregorius Chandra, Dadi Adriana, 2008, “Pemasaran Strategik”, Edisi Pertama, Yogyakarta, Andi.
Majalah “Marketing” edisi No: 05/IX/MEI/2009 dengan topic “Service Quality or Die”

Rabu, 24 Februari 2010

THE SECRET OF MARKETER 1

Marketer adalah sebuah profesi yang tidak semua orang menyukainya.
Mengapa demikian?
Karena profesi sebagai Marketer adalah profesi yang harus dilakukan oleh pribadi-pribadi yang selalu antusias, positive thinking, berkeyakinan tinggi, memiliki tujuan (goal) yang jelas sesuai target, sikap kita dalam melihat sesuatu, motivasi tinggi, focus terhadap solusi dalam menyelesaikan masalah, dan tentu saja selain integritas juga didukung oleh consistensi sebagai seorang marketer.
Kodrat manusia sejak lahir adalah menonjolkan ego dan tidak peduli dengan orang sekitarnya karena selalu mementingkan diri sendiri. Bagaimana dirinya merasa aman setelah itu baru memikirkan orang lain. Sedangkan seorang marketer justru berpikir sebaliknya, dimana ia harus berusaha memikirkan apa yang diinginkan oleh orang lain dan ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk merealisasikannya.
Apakah manusia hanya sedikit yang berbakat sebagai marketer?
Tentu saja semua manusia memiliki jiwa marketer.
Hal ini dapat digambarkan bahwa sejak kita dilahirkan maka kita akan berusaha untuk membuat senang kedua orang tua kita dengan senyuman maupun tertawa bahagia. Orang tua akan bangga jika buah hatinya dapat tertawa. Kemudian agak besar berusaha untuk meminta kepada kedua orang tua, kepada kakak, saudara dan lain-lain agar mengambilkan sesuatu atau berbuat sesuatu. Disaat sekolah kita minta bantuan dalam hal kesulitan mengerjakan PR. Atau minta diajarkan suatu permainan kepada salah satu kawan kita.
Dalam arti kata, jiwa marketer dalam diri kita adalah menawarkan segala sesuatu yang ada dalam diri kita kepada orang lain. Pada saat kita minta tolong kepada orang tua kita untuk membuatkan susu, apabila kita lakukan dengan membentak keras sudah dapat dipastikan telinga kita akan dijewer. Kita bekerja keras belajar agar studi kita di sekolah dapat membanggakan orang tua kita merupakan salah satu bentuk marketer, yaitu memberikan kepuasan pelanggan apabila kita anggap bahwa orang tua kita adalah pelanggan.
Dengan potensi yang sedemikian besar, mengapa hanya beberapa yang menyukai profesi marketer.
Karena selain faktor ego.
Profesi marketer selalu berinovasi dan bukan tujuan akhir. Marketer adalah sebuah perjalanan panjang yang tanpa henti. Sehingga membuat orang akan merasa capek dengan berbuat seperti itu. Di profesi lain, akan merasa berhasil apabila telah selesai membuat suatu report tertentu, atau telah mendapatkan profit tertentu. Sedangkan marketer harus selalu aktif melakukan move, apabila ada celah segera dimasuki, ada peluang segera di ambil, apabila ada profit akan segera menciptakan profit-profit berikutnya. Hal ini yang membuat orang lain merasa ogah dengan profesi sebagai marketer.
Yang paling krusial adalah faktor pelecehan
Tidak jarang seorang marketer dilecehkan atau dipandang sebelah mata oleh orang yang berada disekitarnya. Bahkan ada yang melihat bahwa pekerjaan sebagai marketer adalah pekerjaan yang hina, tidak berharga, tidak bergengsi hingga kurang aksi dan nggak berarti.
Hal ini tentu saja ada benarnya
Akan tetapi perlu disadari bahwa marketer itu bertugas untuk meyakinkan orang lain terhadap apa yang ditawarkannya. Metode atau cara dalam menawarkan produk atau jasa tersebut kadangkala dapat menimbulkan simpati atau pelecehan. Pelecehan disini sebenarnya bukan bermaksud melecehkan profesi marketer apalagi institusinya, akan tetapi lebih condong kepada personalnya. Ulah personal tadi pada gilirannya berdampak pada institusi hingga ke profesi.
Sebagai contoh Perusahaan Asuransi ABC bermaksud memperkenalkan produk baru kepada masyarakat dan unit usaha yang membutuhkannya. Marketer 1 dari Asuransi ABC tadi memiliki relasi dengan manajemen perusahaan DEF yang dituju, sehingga dapat melakukan presentasi dengan mudah. Sedangkan Marketer 2 berupaya menembus perusahaan GHU dan selalu diberikan janji-janji yang tertunda-tunda. Ternyata manajemen perusahaan GHU merasa tersinggung dengan gaya dan kepribadian Marketer 2, sehingga tidak diberikan kesempatan untuk bertemu di waktu yang akan datang.
Dalam contoh kasus diatas, sebenarnya bukan profesi marketer atau perusahaan Asuransi-nya yang mendapatkan pelecehan dari konsumen, melainkan personalnya. Untuk itu kita harus berhati-hati dalam menjalankan profesi marketer, yaitu dengan membekali diri dengan berbagai ilmu kepribadian, ilmu pelayanan dan tentu saja etika.

(Bersambung)

BERSAHABAT DENGAN MASALAH

“If a problem doesn’t kill you, it will make you stronger.”


Seorang kawan mengeluh, ”Pak, saya kok sering kena masalah ya? Padahal saya ini sudah rajin berdoa, selalu positive thinking, tidak pernah bikin susah orang lain, suka menolong orang lain, jujur dalam bekerja, dan nggak neko-neko. Kenapa ya Pak? Apa masalah saya? Saya sudah bosan kena masalah terus.”
”Wah, selamat ya,” balas saya.
”Lho, bagaimana sih Pak Adi ini. Saya punya banyak masalah kok malah diberi selamat. Senang ya Pak kalau lihat orang susah?” kawan saya balik bertanya dan agak jengkel.
“Sabar...sabar... bukan begitu maksud saya. Jangan tersinggung dong,” jawab saya cepat sambil berusaha menenangkan kawan saya ini.
Nah, pembaca, apa yang saya tulis di artikel ini merupakan hasil obrolan saya dan kawan saya.
Masalah. Setiap orang pasti punya masalah. Setiap hari kita pasti berhadapan dengan masalah. Kita berusan dengan masalah. Kita mendapat masalah. Kita membuat masalah. Kita bahkan bisa jadi sumber masalah. Masalah terbesar adalah kalau kita tidak tahu bahwa masalah kita adalah kita merasa tidak punya masalah.
Pembaca, waktu Anda mengalami masalah, bagaimana reaksi Anda?
Apakah Anda marah? Jengkel? Sakit hati? Frustrasi? Takut? Menyalahkan diri sendiri? Atau Anda cenderung untuk menyalahkan orang lain?
Anda mungkin bertanya-tanya mengapa saya menggunakan judul ”Bersahabat Dengan Masalah”. Apa nggak salah, nih? Kita kok diminta bersahabat dengan masalah?
Benar. ”Masalah” sebenarnya adalah hal yang sangat positif. Mari kita bahas terlebih dahulu makna di balik kata ”masalah”. Masalah, yang dalam bahasa Inggris adalah ”problem”, ternyata mempunyai akar kata yang maknanya sangat berbeda dengan yang kita pahami selama ini.
Akar kata ”problem” berasal dari bahasa Yunani, proballein, yang bila ditelusuri lebih jauh mengandung makna yang sangat positif. Pro berarti forward atau maju. Sedangkan ballein berarti to drive atau to throw. Jadi, problem berarti bergerak maju. Problem berarti kesempatan untuk maju dan berkembang.
Sewaktu pertama kali mengetahui bahwa akar kata problem, proballein, artinya bergerak maju, saya sempat terhenyak dengan perasaan kaget dan takjub. Sungguh luar biasa dan sungguh benar. Coba kita renungkan bersama. Masalah sebenarnya adalah suatu simtom yang menunjukkan adanya suatu penyebab atau akar masalah. Justru dengan seringnya seseorang mendapat “masalah”, bila orang ini cukup bijak dan jujur pada dirinya sendiri, ia akan berkembang dan bisa lebih maju.
Lha, kok bisa begini?
Pernahkah Anda, atau mungkin orang yang Anda kenal, mendapat atau mengalami masalah?
Jawabannya, “Sudah tentu pernah.”
Pertanyaan saya selanjutnya, “Apakah masalah yang dialami Anda mirip dengan masalah sebelumnya?”
Jika kita mau bersikap jujur dan jeli dalam mengamati maka seringkali masalah yang kita alami sifatnya “mengulang” masalah sebelumnya. Ada kemiripan atau kesamaan. Bentuk masalahnya bisa berbeda namun polanya sama.
Satu contoh. Ada seorang wanita yang putus dengan pacarnya. Ia marah, kecewa, sakit hati, dendam, dan bersumpah akan mencari pasangan yang jauh lebih baik. Namun kenyataannya? Ia mendapatkan pacar baru yang mempunyai karakter yang serupa dengan mantan pacarnya.
Ada lagi seorang pengusaha besar, kawan saya, berulang kali kena tipu. Sekali kena tipu jumlahnya nggak main-main. Bukan puluhan juta tapi ratusan juta. Dan ini terjadi berulang kali.
Seorang kawan yang lain seringkali ribut dengan istrinya hanya karena hal-hal sepele. Misalnya hanya karena si istri memencet pasta gigi tidak dari bawah, tetapi dari tengah, ia marah besar. Sebaliknya si istri walaupun telah diberitahu suaminya tetap mengulangi pola perilaku yang sama.
Masalah yang kita hadapi sebenarnya menunjukkan ”level” kita. Siapa diri kita sebanding dengan masalah yang kita hadapi. Bukankah ada tertulis bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita untuk mengatasinya? Dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya?
Masalah atau problem sebenarnya guru sejati yang seringkali kita abaikan. Kebanyakan orang mengalami masalah yang serupa atau berulang karena mereka tidak belajar dari masalah yang pernah mereka alami.
Ibarat anak sekolah bila kita tidak naik kelas, karena nilai ujian kita jelek, maka kita akan mengulang di level atau kelas yang sama. Tidak mungkin guru akan menaikkan kita ke kelas berikutnya. Mengapa? Lha, soal ujian di level ini saja kita nggak lulus apalagi kalau diberi soal ujian level di atasnya.
Kita harus mengulang, tidak naik kelas, dengan harapan kita akan belajar, meningkatkan diri, dan akhirnya mampu mengerjakan soal ujian dengan benar. Dengan demikian kita ”lulus” ke kelas berikutnya.
Saat tidak naik kelas, bukannya belajar dari ”masalah” ini, banyak yang malah membuat masalah baru dengan menjadi marah, frustrasi, dan menyalahkan guru atau sekolah. Anda pernah bertemu dengan orang seperti ini?
”Ah, itu kan anak sekolah. Memang harusnya begitu,” ujar kawan saya.
Lho, kita ini kan juga anak sekolah. Kita sekolah di Sekolah Kehidupan. Kehidupan adalah tempat kita belajar. Untuk maju kita harus menjadi pembelajar seumur hidup atau life long learner.
Ada yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Saya kurang setuju dengan pernyataan ini. Menurut saya pengalaman adalah guru terbaik bila itu pengalaman orang lain. Jadi, kita belajar dan mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan dengan menelaah dan mempelajari pengalaman orang lain dan kita terapkan untuk kemajuan hidup kita. Lha, lebih baik mana, Anda kena tipu Rp 1 miliar atau Anda belajar dari pengalaman orang lain yang tertipu Rp 1 miliar dan Anda gunakan pengetahuan ini untuk melindungi diri Anda agar tidak mengalami masalah yang sama?
Pengalaman adalah guru yang terbaik bila kita dapat memetik pelajaran berharga dari apa yang kita alami. Kebanyakan orang mengalami ”pengalaman” hanya sekadar mengalami. Mereka tidak memetik pelajaran atau manfaat apa pun dari pengalaman (baca: masalah) mereka.
OK. Sekarang sudah jelas bahwa kita bisa belajar dari masalah. Tapi bagaimana caranya?
Ada empat langkah mujarab untuk mengatasi setiap masalah dalam hidup:

1. Mengakui adanya masalah
2. Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya
3. Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan
4. Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah



Contoh konkritnya?
Mari kita analisis kasus yang dialami kawan saya. Itu lho, yang bolak-balik kena tipu ratusan juta rupiah.
Langkah pertama adalah mengakui atau menerima bahwa ia punya masalah. Ia harus berani mengakui dan memutuskan untuk mengubah hal ini. Masalahnya adalah ia berkali-kali kena tipu. Banyak orang yang bila mendapat masalah, hanya bisa berdoa, pasrah, nrimo, dan berkata bahwa masalah mereka adalah bentuk cobaan dari Tuhan. Mereka meyakini bahwa masalah yang mereka alami, karena merupakan cobaan dari Tuhan, maka Tuhan-lah yang harus mengubah keadaan ini. Saya tidak setuju dengan pandangan ini. Bukankah ada tertulis bahwa Allah tidak akan membantu mengubah nasib umat-Nya apabila umat-Nya tidak bersedia mengubah nasib mereka sendiri.
Langkah kedua adalah memahami bahwa masalah (simtom) yang ia alami pasti ada sumber atau akar masalah. Dan akar masalahnya bukan terletak di luar dirinya, misalnya ia tertipu karena kelihaian si penipu dalam meyakinkan dirinya sehingga mau meminjami uang, tapi akar masalahnya terletak di dalam dirinya.
Langkah ketiga, bila akar masalah yang ada di dalam dirinya berhasil ditemukan, maka ia dapat mengatasi masalahnya.
Langkah keempat adalah memilih solusi terbaik yang akan digunakan dalam mengatasi masalah. Setelah sukses melakukan empat langkah di atas maka ia dapat memetik hikmah dari apa yang ia alami.
Sekarang akan saya uraikan langkah demi langkah yang dilakukan kawan saya.
Langkah 1. Masalah: Saya tertipu ratusan juta berkali kali.
Langkah 2. Saya menyadari bahwa akar masalah terletak di dalam diri saya.
Langkah 3. Akar masalah saya adalah belief yang menyatakan bahwa saya adalah kasirnya Tuhan.
Langkah 4. Saya mengubah belief saya, dari kasirnya Tuhan menjadi Fund Manager uangnya Tuhan. Saya akan mengelola uang yang dipercayakan kepada saya dengan hati-hati karena saya harus mempertanggungjawabkan uang ini setiap akhir tahun buku.
Hikmah yang didapat dari masalah ini adalah bahwa apa yang ia alami dipengaruhi oleh belief-nya. Setiap belief mengakibatkan konsekuensi tertentu. Cara paling tepat untuk mengevaluasi apakah suatu belief bermanfaat atau justru merugikan diri kita bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh belief-belief itu terhadap hidup kita.
Selama seseorang masih tetap memegang belief yang sama maka ia akan mendapat hasil yang sama. Tidak mungkin terjadi seseorang mendapat hasil yang berbeda dengan belief yang sama. Einstein menjelaskan dengan sangat tepat saat ia berkata, ”Insanity is doing the same thing over and over but expecting different result.”[awg]


* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pakar pendidikan dan mind technology,pembicara publik, dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis best seller “Born to be a Genius”, “Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success”, “Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan?”, “Hypnosis – The Art of Subcsoncsious Communication”, “Becoming a Money Magnet”, “Kesalahan Fatal dalam Mengejar Impian”, dan “Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring”. Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com dan www.adiwgunawan.com.

THE LAW OF ATTRACTION (3)

“Giving thought, on the one hand, and expecting or believing, on the other hand, is the balance that brings to you that which you receive.”


Pada artikel pertama mengenai LOA saya telah menyinggung sekilas mengenai prinsip sukses yang saya tulis di buku Becoming a Money Magnet (BMM) dan yang menjadi intisari dari materi yang diajarkan di Supercamp (SC) Becoming a Money Magnet. Pada kesempatan ini saya akan menguraikan sedikit lebih mendalam mengenai prinsip sukses BMM, mengapa kami menyusunnya sedemikian rupa, dan hubungannya dengan LOA.
Rumus sukses yang kami ajarkan adalah: 1) Tahu apa yang diinginkan/dream, 2) Yakin, 3) Syukur, 4) Pasrah, dan 5) Doa.
Langkah pertama “tahu apa yang diinginkan”, atau mudahnya kita sebut saja dream, merupakan kunci untuk bisa merealisasikan hal-hal yang ingin dicapai dalam hidup. Bagaimana kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan kalau kita tidak jelas apa yang kita inginkan? Kejelasan (clarity) merupakan kunci dan tidak bisa ditawar. Dream merupakan buah pikir (thought) yang akan tampil di layar mental dan selanjutnya di-broadcast. Apakah hanya dream saja cukup? Tentu tidak. Dream yang kami maksudkan adalah dream yang mempunyai muatan emosi positif yang tinggi. Semakin tinggi akan semakin kuat efeknya.
Mengapa perlu dream? Alasan lainnya adalah dream merupakan wants bukan needs. Jika kita ditanya apa impian kita maka kita pasti akan menjawab sesuatu yang sangat kita inginkan di masa depan. Jika kita sudah punya mobil Kijang Inova maka dream kita bisa jadi Toyota Fortuner. Pasti sesuatu yang lebih tinggi. Nah, dengan pemahaman ini maka sudah jelas dream sangat penting.
Langkah kedua adalah yakin. Nah, ini yang susah. Yakin atau belief adalah urusan pikiran bawah sadar. Tidak mudah untuk bisa mengubah belief atau keyakinan kita. Itulah sebabnya mengapa banyak orang tahu apa yang mereka inginkan namun sangat sulit untuk mendapatkan impian mereka. Syarat pertama sudah terpenuhi. Mereka tahu apa yang mereka inginkan. Namun mereka tidak yakin. Terjadi konflik antara pikiran sadar dan bawah sadar. Pikiran sadar mau tapi pikiran sadar nggak yakin. Dan yang selalu menang adalah pikiran bawah sadar.
Saya mendapat banyak sekali respon positif dari para alumnus SC yang mengatakan bahwa, ”Miracle happens in my life”, ”Mengapa sekarang sukses kok sangat mudah dicapai?”, ”Saya bingung melihat perkembangan bisnis saya yang sedemikian pesat?”, ”Dulu saya susah payah mencari order, sekarang saya kepayahan dikejar-kejar order.” Dan, masih banyak lagi komentar positif senada yang dikirim baik via sms maupun email ke saya.
Di SC di Trawas baru-baru ini kami melihat begitu banyak peserta yang mengalami transformasi diri. Kami menangis tangis bahagia bersama-sama. Sungguh satu kebahagiaan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata saat melihat para naga bangun dari mimpi yang selama ini membuat mereka bertindak hanya seperti layaknya cacing atau ular.
Apa yang kami lakukan di SC sebenarnya sederhana. Kami membantu para peserta untuk bisa keluar dari penjara mental yang telah sekian tahun membatasi mereka. Hanya itu. Setelah terbebas dari penjara mental (limiting belief) maka mereka bisa yakin. Dengan demikian dua langkah pertama telah berhasil dicapai.
Sebenarnya hanya dengan dua langkah ini saja, dream dan yakin, kita sudah bisa berhasil. Dua langkah ini sudah memenuhi syarat untuk bisa membuat LOA bekerja keras untuk kita.
Sebelum melanjutkan saya ingin membahas sedikit lebih dalam mengenai dream dan yakin/belief.
Dalam kondisi normal perkembangan diri kita bersifat gradual, perlahan-lahan, step by step. Demikian juga dengan belief. Itulah sebabnya goal setting ... eh.. salah... outcome setting harus dilakukan dengan hati-hati. Idealnya kita men-set outcome paling tinggi 20 persen lebih tinggi dari pencapaian sebelumnya. Mengapa demikian? Karena ini adalah lompatan yang masih dianggap wajar/masuk akal oleh pikiran kita. Dengan demikian tidak akan ditolak.
Dalam kondisi normal, bila kita ingin mencapai hasil yang spektakuler, jauh di atas pencapaian yang selama ini kita capai, suatu quantum leap, maka yang perlu diotak-atik bukan belief kita. Mengapa? Karena dalam kondisi normal belief kita tidak bisa berubah drastis.
Nah, karena belief tidak bisa berubah drastis maka yang direkayasa adalah ”keinginan” kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Bingung? Ini saya beri satu contoh.
Anda mungkin pernah mendengar cerita mengenai seorang wanita yang mampu mengangkat mobil demi membebaskan anaknya yang terjepit di bawah mobil itu? Secara logika atau belief wanita ini tidak mungkin ia mampu mengangkat mobil yang berat. Namun, ia sangat ingin menyelamatkan nyawa anaknya. Satu-satunya cara adalah dengan mengangkat mobil dan membebaskan si anak dari himpitan mobil. Hasilnya? Ia sukses mengangkat mobil itu. Jika ia diminta mengulangi lagi, apakah bisa? Tidak bisa.
Dengan kata lain, bila ”keinginan” benar-benar kuat maka pengaruh belief dapat di-bypass sehingga kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan.
Di SC kita mengajarkan peserta untuk berani menetapkan outcome dua kali lipat (200 persen) dari pencapaian sebelumnya. Edukasi ini dilakukan langsung ke pikiran bawah sadar.
Mengapa kami melakukan hal ini? Jawabannya sederhana. Untuk bisa mencapai hasil yang spekatuler atau quantum leap maka kita harus melepas belief lama dan mengadopsi belief baru yang mendukung pencapaian tujuan. Hanya ini caranya. Tidak ada cara lain. Ini hanya bisa dilakukan dengan melakukan rekonstruksi atau restrukturisasi berbagai program pikiran yang ada di pikiran bawah sadar.
Nah, setelah langkah pertama, dream, dan langkah kedua, yakin/belief, saya jelaskan maka kini saya akan menjelaskan langkah ketiga yaitu syukur.
Pertanyaannya, ”Mengapa syukur? Mengapa bukan yang lain?”
Syukur mempuyai makna: 1) Rasa terima kasih kepada Tuhan, dan 2) Pernyataan lega, senang, dan sebagainya.
Setelah melewati langkah pertama dan kedua sebenarnya kemampuan peserta SC untuk menarik hal-hal yang mereka inginkan sudah sangat kuat. Kemampuan ini semakin diperkuat dengan level energi yang sangat tinggi dari perasaan syukur. Jika kita punya dream dan kita yakin bahwa kita pasti akan mendapatkan apa yang kita inginkan, atas izin Tuhan, maka yang perlu kita lakukan tinggal bersyukur dan bersyukur. Bersyukur berarti kita senantiasa berterima kasih atas kemurahan Tuhan. Bersyukur berarti kita merasa lega, senang, gembira, bahagia, dan damai karena kita tahu bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan. Level energinya sangat tinggi, bisa mencapai 600. Bagi pembaca yang bingung mengenai level energi, Anda bisa membaca artikel saya yang terdahulu yang berjudul ”Energi Psikis Sebagai Akselerator Keberhasilan”.
Setelah bersyukur maka selanjutnya kita pasrah. Kapan kita mendapatkan apa yang kita inginkan ini sepenuhnya bergantung pada Yang Kuasa, melalui kerja LOA. Dengan pasrah, kita justru semakin memperkuat kerja LOA.
Langkah terakhir adalah doa. Mengapa saya tidak menempatkan doa sebagai langkah awal? Karena sudah terlalu banyak orang yang berdoa namun tidak mendapatkan jawaban untuk doa mereka. Mungkin Anda juga pernah mengalaminya. Mengapa bisa begitu? Karena kebanyakan orang tidak tahu apa yang mereka inginkan (dream). Kalaupun mereka tahu, mereka tidak yakin bisa mendapatkan dream mereka. Akibatnya mereka tidak bisa bersyukur karena tidak pernah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dan selanjutnya mereka juga nggak pasrah. Banyak orang yang mengaku pasrah namun sebenarnya tidak. Hal ini tercermin dari sikap mereka yang cenderung negatif dan suka mengeluh.
Dengan menempatkan doa pada bagian akhir justru saya ingin mengatakan bahwa doa inilah yang paling penting. Mengapa? Karena definisi doa yang saya tawarkan berbeda. Ini menurut saya pribadi lho. Anda boleh setuju boleh juga tidak. Doa kita kepada Sang Hidup sebenarnya berupa pola pikir, ucapan, tindakan, sikap, perilaku, harapan, dan hidup keseharian kita.
Setelah membaca sejauh ini pasti Anda bingung dan bertanya, “Lho, Pak Adi kok sama sekali tidak bicara mengenai action atau kerja?”
He...he... sudah tentu kita perlu kerja. Namun, jika telah menggunakan bantuan LOA untuk mencapai keberhasilan hidup maka kerjanya kita bisa sangat minim. Nggak usahlah melakukan massive action. Capek ah.. kalau terus-terusan massive action. Cukup actions seperlunya saja lah. Inilah yang saya jelaskan panjang lebar di buku BMM. Anda akan mengalami berbagai kebetulan yang tidak kebetulan yang kebetulan mempermudah pencapaian tujuan Anda dengan cara yang sangat kebetulan.
Lha, kalau bisa dibuat mudah mengapa harus dipersulit? Gitu aja kok repot?
Oh, ya... mengakhiri seri tulisan ini, ”The Law of Attraction”, saya sangat menyarankan Anda untuk bisa segera membeli dan membaca buku The Secret yang ditulis oleh Rhonda Byrne. Buku ini sudah diterbitkan oleh Gramedia. Selain itu Anda juga perlu menonton video The Secret yang merupakan satu video sangat dahsyat yang akan membuka wawasan berpikir Anda mengenai LOA.[awg]


* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pembicara publik dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis best seller “Born to be a Genius”, “Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success”, “Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan?”, “Hypnosis – The Art of Subcsoncsious Communication”, “Becoming a Money Magnet”, “Kesalahan Fatal dalam Mengejar Impian”, dan “Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring”. Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com dan www.adiwgunawan.com.

THE LAW OF ATTRACTION (2)

“Your thoughts and your feelings create your life. It will always be that way. Guaranteed!”~ Lisa Nichols

Pada akhir artikel sebelumnya saya mengatakan bahwa kunci untuk memanfaatkan LOA demi kemajuan kita adalah dengan kesadaran diri. Kita harus selalu sadar untuk senantiasa mengarahkan pikiran kita untuk memikirkan hal-hal yang kita inginkan.
Apakah ini mudah? Oh, sudah tentu tidak mudah. Deepak Chopra pernah berkata bahwa dalam satu hari kita melakukan self-talk sebanyak 55.000 – 65.000 kali. Nah, self-talk ini termasuk bentuk pikiran. Pertanyaannya sekarang, ”Bagaimana caranya kita bisa menggunakan kesadaran untuk mengendalikan buah pikir sebanyak ini?” Jawabannya, ”Tidak mungkin bisa.”
Jawaban ini berlaku bagi orang awam. Ada segelintir orang yang mampu mengendalikan pikiran mereka sepenuhnya. Namun untuk bisa mencapai kemampuan ini dibutuhkan latihan dengan disiplin diri yang tinggi selama bertahun-tahun.
Sekarang kita hidup di zaman serba instan. Saya yakin tidak ada satupun di antara kita yang mau melakukan latihan mental semacam itu. Apakah ada cara yang lebih mudah dan nggak usah kerja keras? Ada. Mau tahu? Gunakan perasaan atau emosi sebagai Guiding System.
Beberapa waktu lalu saya sempat menulis artikel dengan judul ”Emosi: Kunci Rahasia Kebijaksanaan”. Saya sangat menyarankan Anda untuk membaca artikel ini agar bisa lebih memahami apa yang saya uraikan di artikel ini.
Kembali ke laptop.... Eh, salah... ke perasaan. Karena kita tidak mungkin mengawasi satu per satu pikiran yang muncul maka cara paling mudah adalah dengan selalu mengawasi perasaan kita. Bagaimana caranya? Mudah saja. Jika kita merasa senang, bahagia, gembira, atau gampangnya merasa ”enak” maka ini artinya baik. Jika perasaan yang kita rasakan bersifat negatif (tidak ”enak”) maka ini sebenarnya merupakan warning signal dari Guiding System kita bahwa ada bagian, di pikiran bawah sadar, yang kerjanya tidak in-line.
Saat emosi kita muncul terhadap sesuatu objek, objek apa pun termasuk objek pikiran, maka pada saat itu kita mengaktifkan dan memberikan ”perintah” pada LOA untuk mulai bekerja dan menarik hal-hal yang membuat munculnya perasaan kita.
Contohnya begini. Ada seorang wanita yang baru putus cinta. Hatinya sakit bak disayat sembilu. Emosinya bergejolak. Saat itu ia memutuskan bahwa ia ingin mendapat pasangan yang jauh lebih baik daripada mantan kekasihnya yang brengsek, kurang ajar, nggak tahu diri, dan egois. Selang beberapa bulan apa yang terjadi?
Benar. Wanita ini mendapatkan pasangan yang kurang lebih sama dengan mantan kekasihnya. Lha, kok bisa begitu? Bukankah ia ingin mendapatkan pasangan yang lebih baik? Bukankah ia ingin bahagia?
Sekali lagi, Anda benar. Namun wanita ini secara tidak sadar telah mengaktifkan LOA untuk menarik pria yang justru tidak ia inginkan. Mengapa bisa terjadi? Saat ia memutuskan bahwa ia ingin mendapatkan pasangan yang ”tidak seperti” mantan kekasihnya maka yang muncul di layar mentalnya justru gambar mantan kekasihnya. Begitu gambarnya muncul maka semua emosi yang berhubungan dengan pengalaman negatifnya juga ikut muncul. Akibatnya? LOA bekerja mewujudkan apa yang menjadi fokus perhatian dengan muatan emosi terkuat.
Beberapa waktu lalu saya mendapat telepon dari seorang pembaca buku Becoming a Money Magnet (BMM). Ibu ini, sebut saja Yuni, tinggal di Surabaya dan kebetulan seorang dokter. Ibu Yuni bercerita mengenai anaknya yang berusia 2 tahun yang sangat susah makan. Sudah sangat banyak cara ia coba agar bisa membuat anaknya mau makan. Namun selalu gagal.
Nah, setelah Ibu Yuni membaca buku BMM ia mencoba melakukan pendekatan yang berbeda. Selama ini yang ada dipikiran Ibu Yuni adalah, ”Anak saya susah makan.” Dan sesuai dengan prinsip kerja LOA itulah yang ia dapatkan.
Perubahan terjadi saat Ibu Yuni, di pagi hari, mengubah pola pikirnya. Pagi ini Ibu Yuni mulai berpikir bahwa, “Anak saya suka makan dan pintar makan.” Dengan mindset seperti ini Ibu Yuni mulai menyiapkan sarapan pagi putranya. Hasilnya? Ibu Yuni bingung dan bengong. Anaknya, padahal nggak diapa-apain, pagi itu langsung makan sarapannya dengan lahap.
Satu contoh lagi. Mengapa orang kaya makin kaya dan orang miskin makin miskin? Orang miskin, pada umumnya, hanya memikirkan needs (kebutuhan). Orang kaya memikirkan wants (keinginan). Ada perbedaan yang signifikan antara needs dan wants.
Needs mencerminkan kondisi kita saat ini, what-it-is. Sedangkan wants mewakili kondisi what-it-shall-be. Karena dasar pikirannya berbeda maka bisa anda bayangkan bagaimana gambar yang muncul di monitor pikiran? Yang selalu di-broadcast oleh pikiran orang miskin adalah kondisi mereka yang serba minim, kekurangan, dan menderita. Dengan demikian gambar mental ini mengaktifkan emosi negatif yang semakin memperkuat kerja LOA. Mereka dapatkan apa yang mereka ”minta”.
Berbeda dengan orang kaya. Yang mereka pikirkan adalah apa yang mereka inginkan (wants). Emosi yang muncul adalah emosi positif. Akibatnya? Mereka menjadi semakin kaya.
Anda mungkin berkata, ”Lho, Pak, saya kenal ada orang miskin yang juga senantiasa memikirkan wants, lho. Tapi kenapa hidupnya kok ya tetap susah?”
Ingat, LOA memberikan respon pada vibrasi pikiran yang mendasari setiap ucapan dan tindakan. Bisa saja orang miskin ini memikirkan wants. Tapi dasar pemikiran mereka bukan demi kebahagiaan namun lebih agar mereka bisa ”terbebas” dari himpitan kemiskinan. Nah, yang dominan sebenarnya apakah wants atau needs? Yang ada di pikiran orang miskin ini adalah scarcity (kekurangan) bukan abundance (keberlimpahan).
Lalu bagaimana dengan nasib sial yang beruntun? Wah, kalau ini jawabannya agak susah. Bagi yang sering mengalami sial atau ketidakberuntungan, misalnya musibah, sakit, masalah, dan yang lainnya, maka saran saya adalah Anda harus segera cari orang pintar untuk di-ciswak atau di-ruwat. He..he... kalau yang ini jangan ditanggapi serius. Ini hanya bercanda.
Nah, kembali ke masalah nasib sial yang beruntun. Apa yang sebenarnya terjadi?
Sebelum saya jelaskan, saya akan berikan contoh kasus nyata yang pernah saya tangani.
Seorang pengusaha besar, Pak Agung, datang ke tempat saya, diantar oleh rekannya yang kebetulan juga kawan saya. Pak Agung mengeluh bahwa sudah dua tahun lebih ia mengalami depresi. Usahanya merosot hanya tinggal 30% dari biasanya. Orang terbaiknya keluar dan ia mendapatkan banyak hambatan/musibah dalam usahanya.
Melalui in-depth interview saya akhirnya menemukan akar masalahnya. Ceritanya begini. Dua tahun lalu Pak Agung pergi ke salon di sebuah hotel bintang lima. Pak Agung berniat memotong rambutnya. Saat itu ada beberapa orang yang juga sedang dipotong rambutnya. Tiba-tiba salah satu dari tamu itu terbatuk-batuk, gemetar, napasnya sesak, dan jatuh dari kursi. Semua yang ada di salon itu panik dan tidak ada yang berani mendekat. Pak Agung duduk persis di samping tamu ini.
Dengan terpaksa Pak Agung berusaha membantu tamu yang sakit ini. Lima belas menit kemudian tamu ini tubuhnya membiru dan meninggal. Ternyata ia kena serangan jantung. Nah, celakanya Pak Agung mempunyai belief bahwa bila ia berada di samping orang yang meninggal maka ini merupakan pertanda sangat buruk. Ini benar-benar apes yang sangat berat. Ia meyakini hal ini. Emosinya bergejolak.
Sejak saat itu Pak Agung mulai mengalami banyak ”kesialan” dalam hidupnya. Dan ”kesialan” ini semakin lama semakin banyak dan beruntun. Seakan-akan seperti sebuah downward spiral yang semakin lama semakin cepat menarik Pak Agung turun.
Apa yang saya lakukan untuk membantu Pak Agung. Sederhana saja. Saya tidak menggunakan hipnosis/hipnoterapi karena beberapa alasan. Salah satunya adalah karena Pak Agung belum bersedia diterapi dengan hipnoterapi. Salah dua adalah karena Pak Agung masih minum obat penenang sehingga kesadarannya tidak bekerja optimal.
Saya hanya menyarankan Pak Agung untuk mulai memikirkan hal-hal yang ia inginkan. Bukan hal-hal yang justru tidak ia inginkan. Tujuannya untuk menghentikan suplai energi ke pikiran ”sial” dan mulai mengarahkan energi pikirannya ke ”keberuntungan”.
Pak Agung mengakui bahwa sulit baginya untuk melakukan hal ini. Saya bisa menyadari kesulitannya karena daya kerja LOA telah begitu kuat mencengkeram pikirannya. Selanjutnya yang bisa saya sarankan adalah untuk mengalihkan pikirannya ke hal-hal yang, bila ia lakukan, akan menimbulkan perasaan senang, tenang, damai, atau bahagia. Pokoknya hal-hal apa saja yang bisa membuatnya feel good. Teknik ini dikenal dengan nama distraction.
Apa itu? Misalnya karaoke, bermain dengan anak, memelihara ikan, merawat bunga/tanaman, liburan, nonton film, jalan ke mall, berdoa, meditasi, atau apa saja.
Setelah membaca uraian di atas saya yakin anda kini pasti mengerti mengapa ”nasib” seseorang bisa berubah setelah di-ciswak atau diruwat. Prosesi ciswak atau ruwatan ini sebenarnya hanyalah tool untuk meyakinkan pikiran seseorang sehingga fokusnya berubah dari yang sebelumnya berpikiran negatif ke pikiran yang positif. Dengan demikian, sesuai dengan prinsip kerja LOA, orang ini mulai menarik hal-hal positif ke dalam hidupnya. Dengan demikian nasibnya berubah.
Misalnya Anda pengusaha dan Anda merasa nasib Anda sial terus. Lalu Anda memutuskan menjalani ruwatan. Eh... ternyata usaha Anda masih rugi, katakanlah Rp1 miliar. Pikiran Anda akan berkata, ”Untung sudah diruwat. Coba kalau nggak. Wah saya bisa rugi Rp10 miliar. Karena sudah mengalami kerugian maka sialnya sudah lewat. Setelah ini pasti yang datang hanyalah keberuntungan.” Dengan mindset seperti ini sudah tentu Anda akan mengalami keberuntungan.
Sebagai penutup saya ingin berbagi cerita mengenai kawan saya. Sebut saja namanya Pak Hari. Pak Hari adalah kepala kantor wilayah salah satu bank plat merah terbesar di Indonesia. Beliau mencapai posisi ini dengan mudah dan lancar. Bahkan beliau adalah Kakanwil termuda dalam sejarah bank ini. Pak Hari ini memang sangat luar biasa kepribadiannya. Low profile tapi high profit.
Karena penasaran mendengar perjalanan karirnya saya lalu bertanya hal apa saja yang ia lakukan untuk bisa mencapai posisinya sekarang. Beliau memang tipe orang yang suka kerja keras. Namun ada satu hal yang berbeda yang akhirnya saya temukan. Apa itu? Beliau adalah seorang muslim yang taat. Selalu melakukan sholat lima waktu. Yang istimewanya, setiap selesai menyelesaikan sholat, beliau selalu memanjatkan doa, yang saya simpulkan sebagai afirmasi yang sangat dahsyat yang membuat LOA bekerja mendukung dirinya.
Apa doanya? Sederhana dan singkat. Beliau tidak minta macam-macam. Doa atau afirmasi yang selalu beliau panjatkan kepada Sang Hidup adalah, ”Ya, Allah, saya mohon agar dimudahkan jalanku.”[awg]

* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pembicara publik dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis best seller “Born to be a Genius”, “Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success”, “Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan?”, “Hypnosis – The Art of Subcsoncsious Communication”, “Becoming a Money Magnet”, “Kesalahan Fatal dalam Mengejar Impian”, dan “Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring”. Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com dan www.adiwgunawan.com.

THE LAW OF ATTRACTION [1]

“The vibrations of mental forces are the finest and consequently the most powerful in existence.”~ Charles Haanel

Banyak orang yang bingung saat saya menjelaskan prinsip sukses yang kami ajarkan di Supercamp (SC) Becoming a Money Magnet. Berbeda dengan kebanyakan prinsip sukses yang telah mereka ketahui di SC kami mengajarkan 5 langkah sukses yang menjadi intisari dari teknik untuk menggunakan The Law of Attraction (LOA) dengan mudah dan optimal.
Ada seorang pembaca buku dari Jakarta yang menelepon saya dan bersikeras mengatakan bahwa keberhasilan yang dialami oleh rekan-rekan yang mempraktikkan apa yang kami bagikan di SC hanyalah kebetulan. Pembaca ini merasa bahwa sukses itu nggak mudah. Sukses hanya bisa diraih dengan perjuangan keras dan kalau perlu sampai “berdarah-darah”.
Melalui percakapan yang cukup intens selama hampir setengah jam saya menjelaskan prinsip kerja LOA. Salah satu hal yang saya sampaikan padanya adalah, “Do you want to be successful through the hard way or easy way?” Keberhasilan akan sangat sulit dicapai, atau membutuhkan upaya yang sangat keras (massive action), bila kita bekerja tidak sejalan dengan LOA.
Banyak orang yang kurang atau tidak mengerti mengenai cara kerja LOA. Akibatnya mereka menggunakan LOA secara tidak sadar (by default) dan membuat hidup mereka menderita. Ada juga orang yang walaupun tidak menyadari adanya LOA namun mereka dapat menggunakannya untuk kemajuan hidup mereka.
Melalui artikel ini saya ingin menjelaskan lebih detil mengenai LOA dan bagaimana kita, dengan pemahaman yang benar mengenai LOA, akan dapat menggunakan LOA untuk kemajuan kita di berbagai aspek kehidupan.
Untuk bisa mengerti cara kerja LOA kita perlu mengetahui cara kerja pikiran. Pikiran mempunyai vibrasi. Dan apa pun yang kita pikirkan akan dikirim ke semesta alam dalam bentuk sinyal yang akan menarik segala sesuatu yang sejalan dengan vibrasi pikiran kita. Likes attract likes. Dengan memahami hal ini maka apa pun yang terjadi dalam hidup kita baik yang positif dan negatif adalah akibat dari hasil kerja LOA yang diaktifkan dan diarahkan oleh pikiran kita.
Hal pertama yang ingin saya sampaikan adalah sifat LOA yang selalu ”on”. ”Selalu” artinya tiap detik selama kita hidup dan pikiran masih bekerja maka LOA akan aktif.
Untuk mudahnya saya berikan ilustrasi berikut. Bayangkan anda bekerja, sebagai seorang manajer, di stasiun televisi. Tugas anda menentukan materi siaran yang akan ditayangkan secara live. Anda bebas menentukan apa jenis materinya. Setiap materi yang akan disiarkan akan ditampilkan di layar monitor dan setelah itu akan di-broadcast dengan satelit ke seluruh dunia. Anda mendapat materi siaran dari dua tim yang berbeda. Ada tim A dan tim B. Apa pun usulan materi siaran yang mereka ajukan, andalah yang berhak menentukan pilihannya.
Apa yang saya jelaskan di atas sama dengan cara kerja pikiran. Anda, pada ilustrasi di atas adalah kesadaran diri. Tim A adalah pikiran sadar dan Tim B adalah pikiran bawah sadar. Layar monitor adalah layar mental/pikiran anda. Dan karena sifat siarannya adalah live maka apa pun yang muncul di layar monitor akan langsung disiarkan tanpa sensor sama sekali.
Namun jangan khawatir. Walaupun apa yang ada di pikiran akan selalu disiarkan hal ini tidak berarti kita akan langsung bisa mendapatkan atau menarik hal-hal yang ada di pikiran kita ke dalam realita fisik kita. Dengan bahasa yang lebih sederhana ada waktu jeda/time-delay antara saat kita mem-broadcast materi pikiran dan saat kita mendapatkan apa yang kita broadcast.
Pertanyaannya sekarang adalah mengapa ada lebih banyak orang yang hidupnya susah dibandingkan dengan orang yang bahagia? Mengapa lebih banyak orang yang gagal dibandingkan dengan yang sukses?
Dengan memahami cara kerja LOA maka akan sangat mudah menjawab pertanyaan ini. Orang gagal/susah adalah orang yang menggunakan LOA untuk menarik hal-hal yang justru tidak mereka inginkan. Sedangkan orang sukses/bahagia adalah orang yang, baik secara sadar atau tidak, menggunakan LOA untuk menarik hal-hal yang mereka inginkan.
Anda bisa membantah saya dengan berkata, “Lha, Pak, siapa yang mau hidup susah. Hanya orang edan saja yang mau hidup susah. Bukankah orang yang gagal atau hidup susah itu juga telah berusaha keras untuk bisa sukses/bahagia?”
Anda benar sekali dan juga keliru. Anda benar bahwa tidak ada orang yang mau gagal. Namun Anda keliru jika hanya menilai seseorang berdasar tindakan atau ucapannya. Mengapa bisa begitu? Karena LOA tidak memberikan respon pada tindakan atau ucapan. LOA hanya memberikan respon pada (vibrasi) pikiran yang mendasari tindakan atau ucapan. Anda jelas sekarang? Yang paling penting adalah pikiran di balik setiap tindakan atau ucapan kita.
Pikiran mempunyai dua outlet yaitu ucapan dan tindakan. Jadi, apa pun yang kita ucapkan dan lakukan selalu diawali dengan pikiran. Untuk bisa menggunakan LOA demi kemajuan kita maka yang perlu kita benahi dan tingkatkan adalah kualitas berpikir kita. Bukan ucapan atau tindakan kita.
Anda mungkin ingat cerita mengenai seorang wanita yang sangat membenci ibunya. Sejak kecil wanita ini memutuskan bahwa kelak saat dewasa ia tidak ingin menjadi seperti ibunya. Keinginan untuk tidak menjadi seperti ibunya begitu kuat tertanam di pikiran si wanita ini. Setelah dewasa apa yang terjadi? Wanita ini menjadi serupa dengan ibunya. Lha, kok bisa? Ini adalah salah satu bentuk dari hasil kerja LOA. Dengan tidak ingin menjadi seperti ibunya maka yang muncul di layar mentalnya adalah si ibu. Wanita ini secara tidak sadar telah memberikan perhatian, fokus, dan energi dalam bentuk emosi kepada buah pikirnya. Sehingga ia mendapatkan hasil yang seakan-akan bertentangan dengan keinginannya.
Dari umpan balik yang saya terima dari para alumnus SC, sudah ada 3 (tiga) orang yang mendapatkan mobil gratis. Dua alumnus mendapat hadiah dari kawan mereka padahal mereka sama sekali tidak meminta. Sedangkan yang satunya mendapatkannya dari sebuah bank. Yang lebih istimewa dari kawan kami yang dapat mobil dari bank yaitu saldonya hanya sebesar Rp300.000 saja.
Anda mungkin bingung dan bertanya, ”Ah, yang benar saja. Masa semudah ini?” Pertanyaan ini juga yang sering muncul di pikiran saya dan kawan-kawan yang ”beruntung”. Kita mengalami LOA namun kita tetap masih begitu terkagum-kagum.
Di SC kami mengajarkan 5 langkah sukses yang menjadi intisari apa yang kami tulis di buku Becoming a Money Magnet, yaitu:
1) Tahu apa yang diinginkan/Dream
2) Yakin
3) Syukur
4) Pasrah
dan 5) Doa.
Sederhana, bukan?
Apakah dengan mengetahui dream berarti kita bisa langsung mendapatkan apa yang kita inginkan dengan bantuan LOA? Belum bisa. Ada syarat lain yang harus dipenuhi. Apa itu? Buah pikir (thought) bila hanya dipikirkan ”apa adanya” akan mempunyai efek tarikan yang kecil. Untuk bisa memperbesar efek tarikannya, dengan demikian mempercepat realisasi pikiran-menjadi-realita fisik, dibutuhkan bantuan emosi sebagai booster. Emosi yang dimaksud bisa berupa emosi positif maupun yang negatif.
Sekarang coba kita lihat hidup kebanyakan orang yang ”biasa-biasa”. Mereka biasanya salah menggunakan pikiran mereka. Apa maksudnya?
Pikiran tidak mengenal garis waktu yang membagi waktu menjadi masa lalu, sekarang, dan masa depan. Yang ada hanya satu waktu saja yaitu saat ini, the moment. Kebanyakan orang hidup di masa lalu mereka. Yang mereka ingat sering kali adalah pengalaman buruk, kegagalan, dan atau kejadian traumatik yang pernah mereka alami. Kalaupun mereka ”melihat” ke masa depan maka yang dilihat adalah juga sesuatu yang suram dan tidak menyenangkan.
Sekali lagi, pikiran hanya mengenal ”saat ini”. Saat kita memikirkan kejadian di masa lalu maupun sesuatu yang kita antisipasi di masa depan maka semua bentuk pikiran ini langsung muncul di layar monitor kita. Apa yang terjadi setelah itu? Benar sekali. Apa yang ada di layar monitor (pikiran) langsung disiarkan. Selanjutnya apa yang terjadi? Dengan ”bantuan” LOA kita akan menarik segala sesuatu yang sejalan dengan vibrasi buah pikir kita.
Oh ya satu hal yang perlu saya tekankan adalah bila saya berbicara mengenai pikiran maka saya selalu mengacu pada kedua pikiran yaitu pikiran sadar dan bawah sadar. Pengalaman klinis membuktikan bahwa yang mendominasi pikiran kita adalah pikiran bawah sadar yang kekuatannya sembilan kali lebih kuat dari pikiran sadar.
Jika kita ingin membuat LOA bekerja maksimal maka kita perlu membereskan berbagai mental block yang ada di pikiran bawah sadar. Seringkali apa yang kita pikirkan secara sadar, misalnya ingin sukses, ternyata bertentangan dengan buah pikir yang ada di pikiran bawah sadar.
Yang terjadi selanjutnya adalah kita mem-broadcast dua macam vibrasi pikiran. Yang satu ingin kita sukses dan yang satu lagi tidak ingin kita sukses. Mana yang lebih kuat efeknya? Sudah tentu vibrasi dari pikiran bawah sadar. Mengapa? Karena buah pikir dari pikiran bawah sadar telah di-charge dengan emosi.
Nah, setelah mengetahui hubungan antara pikiran dan LOA lalu apa yang bisa kita lakukan untuk memanfaatkan LOA untuk kemajuan kita? Kuncinya satu yaitu kesadaran diri. Kita harus berusaha selalu sadar untuk mengarahkan pikiran kita untuk hanya memikirkan hal-hal yang kita inginkan.
Pada artikel selanjutnya saya akan membahas lebih dalam lagi mengenai The Law of Attraction.[awg]



* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pembicara publik dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis best seller “Born to be a Genius”, “Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success”, “Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan?”, “Hypnosis – The Art of Subcsoncsious Communication”, “Becoming a Money Magnet”, “Kesalahan Fatal dalam Mengejar Impian”, dan “Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring”. Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com dan www.adiwgunawan.com.

Selasa, 23 Februari 2010

MARKETING SCIENCE HERMAWAN KERTAJAYA

Di dalam buku yang berjudul "Rethinking Marketing: Sustainable Market-ing Enterprise di Asia" karya Hermawan Kertajaya yang diterbitkan oleh Prenhallindo Jakarta tahun 2003, menjelaskan dengan detail bahwa Ilmu Marketing dewasa ini harus berpihak kepada market yang berubah sangat cepat, pelanggan sangat sensitif terhadap harga, kompetitor baru bermunculan, saluran distribusi baru dan saluran komunikasi baru juga semakin canggih-internet, teleconference dan teknologi yang mendukung pasar menjadi pendukung bangkitnya otomasi penjualan dan pemasaran.

Masalah utama di pasar sekarang adalah terjadinya kelebihan kapasitas yang mengakibatkan terjadinya "hiperkompetisi", terlalu banyak mengejar pelanggan yang jumlahnya terus berkurang, kebanyakan produk kurang differensiasi akibat banyaknya perusahaan yang mengalami penurunan pangsa pasar, stagnasi, bahkan bangkrut karena tidak dapat bersaing. Agar setiap perusahaan dapat bertahan hidup, maka perusahaan harus selalu berupaya:

  1. Menjadikan pemasaran sebagai konsep strategi bisnis yang mampu melakukan tindakan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan yang terus berubah: tujuannya agar perusahaan dapat mengatasi persaingan, mencegah merosotnya pangsa pasar, stagnasi, dan mencegah kebangkrutan.
  2. Secara terus menerus perlu melakukan kaji ulang, penyesuaian dan mentransformasikan dimensi-dimensi perubahan, sustainable dan enterprises untuk mendorong penciptaan nilai yang terukur bagi stakeholder.

Dengan melakukan analisis yang cermat terhadap berbagai perubahan, usaha-usaha berkelanjutan akan memberikan pemahaman yang lengkap bagi marketer yang berguna dalam menggerakkan arah bisnis dengan benar dan tepat. Analisis terhadap perubahan akan mampu melihat dengan jelas kekuatan-kekuatan perubahan (politik, teknologi, social cultural, ekonomi, competitor dan konsumen dengan analisis dari peringkat sangat penting sampai dengan peringkat tidak penting) berdampak secara significant terhadap kegiatan perusahaan.

Demikian juga dengan analisis berkelanjutan untuk mengarahkan kemampuan agar setiap bisnis yang dibangun dapat bertahan hidup dalam market yang terus berubah dan semakin kompetitif. Oleh karena itu, secara berkelanjutan marketer harus selalu mengadakan penyesuaian design (rancang bangun) strategi, program dan value untuk menggerakkan bisnis mencapai sasaran.

Sementara analisis enterprise akan mampu mendeteksi dan melihat ketepatan visi (impian terhadap keadaan masa depan (current situation) sebuah perusahaan yang diinginkan), culture (kepribadian-share value, common behavior) dan organisasi sehingga memberi kemampuan kepada manajemen untuk mengelola aktivitas bisnis secara optimal, efisien dan efektif guna menciptakan nilai bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, dan pemegang saham)

Secara garis besar Marketing Science:

I. Change

1. Political

2. Technology

3. Socio Cultural

4. Economic

5. Competitor

6. Customer

II. Sustainable

1. Design

Change dan Sustainable akan melahirkan :

a. Strategy

- Segmenting

- Targeting

- Positioning

- Differentiation

- Selling

b. Program

- Product

- Price

- Place

- Promotion

c. Value

- Brand

- Quality

- Service

III. Enterprise

1. Vision

2. Culture

3. Organization

Sementara Enterprise akan melahirkan:

a. Customer

b. People

c. Shareholder

Dikutip dari “Marketing” Ali Hasan

Denpasar, 24 Pebruari 2010